Selasa, 09 Februari 2016

, , ,

Kuliah Kayak Liburan 3

TRIP TO MALANG DAY 3

Tiba di Probolinggo kami langsung merasakan dinginnya tempat ini melebihi puncak. Keluar dari bis kami langsung menuju penginapan dan disambut oleh pedagang yang berjualan syal dan sarung tangan. Seakan mereka tahu bahwa kami kedinginan dan pastinya mereka tahu bahwa dini hari nanti kami akan pergi menuju Bromo.

Dinginnya malam membuat kami tidak kuat menyentuh air, tapi harus kami lakukan untuk bersih bersih sebelum tidur. Lalu mengumpulkan tenaga untuk bisa meningmati Sunrise Bromo.

Jam 3 dini hari kami sudah dibangunkan untuk bersiap menuju Bromo. Kami dikumpulkan di depan penginapan untuk diberikan arahan. Kami menggunakan mobil Jeep untuk bisa tiba di sana. Berangkat di saat langit masih gelap dan jalanan yang kelok. Jalanan yang berkelok ini sukses membuat sebagian temanku pusing dan tidak lagi mau naik Jeep jika ingin pergi ke Bromo lagi.

Perjalanan yang kami tempuh menuju Taman Nasional Bromo dari penginapan lebih dari satu Jam. selama perjalanan kami sempat berbincang dengan sopir Jeep kami tentang Gunung Bromo dan warga yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Warga yang tinggal di daerah Gunung Bromo ini adalah Suku Tengger. Suku yang diambil dari Nama Nenek Moyang mereka bernama Rara Anteng dan Joko Seger. Karena iklim di Bromo sangat dingin yang membuat mereka banyak beranak pinak dan anak-anak mereka inilah yang disebut Suku Tengger (anTENG dan seGer).
Mayoritas Suku Tengger beragama Hindu. DI setiap rumah yang kami lewati, banyak dari mereka yang memiliki mobil Jeep. Mobil Jeep menjadi ladang pencarian nafkah mereka untuk memudahkan wisatawan menuju Taman Nasional Bromo dari penginapan.s

Sayangnya kami tiba di Bromo saat hujan turun, sambil menunggu waktu yang tepat untuk melihat Sunrise, kami menikmati gorengan dan teh anget atau kopi di warung. Begitu waktu sudah tiba kami langsung diarahkan menuju Pananjakan, tempat untuk melihat Sunrise. Rupanya sudah banyak sekali orang yang menunggu Sunrise Bromo. Semua tempat duduk tidak ada yang tersisa, sehingga kami harus berdiri dari jauh atau berusaha mendekat dengan pagar.

Sambil menunggu mata hari terbit, kami sempat berkenalan dengan Wisatawan Asing yang juga sedang menunggu dekat dengan kami. Kami juga berfoto satu angkatan menggunakan banner. Aksi kami ini sempat menarik para wisatawan lain yang ada di sana dan mereka juga ikut mengabadikan kami dalam kamera mereka, terutama turis asing yang datang bersama keluarga.

Ternyata hari ini belum menjadi rejeki kami untuk melihat Sunrise Bromo. Karena cuaca yang mendung, kami hanya bisa melihat Bromo diselimuti kabut. Tidak ada matahari yang terbit. Dosen aku pernah bercerita bahwa temannya sudah mengunjungi Bromo hingga lima kali tetapi baru bisa menikmati Bromo dua kali. Semoga lain kali kami bisa menikmati Bromo dengan teman-teman lagi atau dengan orang terkasih mereka.

Akhirnya kami beranjak dari Pananjakan menuju tempat lain untuk melihat keindahan Taman Nasional Bromo. Selama perjalanan, matahari akhirnya muncul memberikan cahaya untuk melihat keindahan Taman Nasional ini. Mumpung kami masih berada ‘di atas’, kami pun meminta sopir jeep untuk berhenti karena ingin mengabadikan momen ini dengan berfoto-foto. Rupanya banyak juga wisatawan pengguna jeep yang berhenti di pinggir jalan.

Puas berfoto-foto kami lanjut menuju Taman Nasional Bromo. Begitu tiba kami tidak menyangka ternyata jalanan yang kami lalui adalah jalanan yang kami lihat dari atas saat berhenti untuk berfoto-foto. Setelah mobil diparkir, kami berkumpul diberikan arahan untuk mendaki Gunung Bromo. Kamipun sepakat untuk tidak menaiki kuda agar kecepatan kami saat naik dan turun sama.

Aku mendaki Gunung Bromo bersama temanku yang saat table manner sempat collapse karena sakit mag. Awalnya aku berjalan bersama teman-teman yang lain, tapi di perjalanan jadi hanya kami berdua. Kami pun naik paling akhir.

Entahlah apakah kata mendaki sebenarnya cocok untuk Gunung Bromo atau tidak, yang pasti untuk bisa berada di puncak Bromo, terdapat tangga yang memudahkan kita. Ada mitos, ketika kita menghitung tangga saat naik, jumlah hitungannya akan berbeda dengan teman kita. Hal itu pun terbukti, terlepas dari kebenaran mitos tersebut benar atau tidak.

Baru beberapa lama kami tiba di puncak, teman-teman seangkatanku sudah banyak yang tiba lebih lama. Bahkan mereka sempat berfoto bersama dengan Bule dari Jerman karena mereka membaca tulisan “Deutschabteilung” dari jaket yang kami kenakan. Sayang sekali aku tidak bisa merasakan momen. Akhirnya beberapa dari mereka pun turun lebih dulu. Aku dan yang lainnya masih ingin menikmati pemandangan di Gunung Bromo.

Begitu sampai di puncak, pemandangan yang kami dapatkan terbayarkan. Kami bisa melihat tempat parkir Jeep. Tempat kami mulai berjalan yang tampak begitu kecil. Rasanya perjalanan kami dari parkiran hingg ke puncak tidak terasa melihat betapa kecilnya tempat itu. Kami pun jadi menyadari betapa indahnya ciptaan Allah ini dan betapa kecilnya kami sebagai makhluk.

Sayangnya di pinggiran dalam Puncak Gunung Bromo, tempat di mana kita melihat asap belerang, terdapat banyak sampah dari wisatawan. Tentu ini merusak nilai keindahan tempat ini akibat perilaku tidak bertanggung jawab wisatawan yang datang.

Puas berada di puncak, membuat kami lupa dengan waktu dan harus turun untuk menikmati perjalanan di Taman Nasional ini. Dengan Mobil Jeep kami di ajak ke Pasir Berbisik. Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Tempat ini hanya penuh dengan pasir hitam dan pernah menjadi lokasi syuting film Pasir Berbisik.
Masih dengan mobil Jeep selanjutnya kami diajak menuju Blok Savana atau yang dikenal dengan Bukit Teletubbies. Blok ini dinamakan Bukit Teletubbies hanya karena bukit-bukit di sekitar blok ini mirip dengan bukit yang di Teletubbies. Terlepas dari namanya. Blok Savana memiliki keindahan bukit padang rumput yang menakjubkan. Walaupun ada beberapa rumput-rumput yang terbakar, tetapi tidak mengurangi keindahan blok ini.


Kami pun puas mengabadikan keindahan Taman Nasional Bromo dengan kamera kami dan menikmati pemandangan indah dan awan-awan yang menemani perjalan kami di sini. Keindahan Taman Nasional Bromo membuat kami tidak ingin kembali ke Jakarta. Rasanya kami masih ingin menikmati keindahan ini dan merekam dengan jelas dalam memori kami. Betapa Indonesia memiliki keindahan alam yang luar biasa.

Sekali lagi keindahan Taman Nasional Bromo membuat kami lupa bahwa kami harus segera kembali ke hotel karena harus menuju Surabaya untuk berkeliling dan menuju stasiun untuk pulang ke Jakarta. akhirnya setelah menikmati segala keindahan Taman Nasional Bromo, kami pun pulang kembali dengan Jeep kami.

Sebenarnya perjalanan dengan Jeep menjadi pengalaman menyenangkan tersendiri buatku. Melihat sopir Jeep yang kebut-kebutan dan melihat mobil Jeep di depan kami membuatku merasa seperti berada di Film Action yang sedang mengejar penjahat. Semburan pasir dari roda dan jalanan yang naik turun semakin membuat imajinasiku melayang-layang serasa syuting Film Hollywood. Walaupun Jeep kami nyaris saja menabrak jurang setelah turun dari Pananjakan karena paha sopir kami tersudut abu rokok yang ia hisap. Beruntung, sang sopir bergerak cepat membanting stir ke arah berlawanan. Alhamdulillah Allah menolong kami.


Kami tiba di penginapan pukul 12. Dari jadwal yang sudah ditentukan harusnya kami tiba di penginapan pukul 9. Kami pun harus bergegas cepat untuk bersiap-siap menuju tempat makan siang dan menuju Surabaya.

Perjalanan ke Surabaya menjadi perjalanan terakhir yang aku nantikan karena aku berharap bisa berkeliling kota Surabaya dan bisa bertemu dengan temanku yang aku kenal saat lomba KTI di Makasaar. Sayangnya kami tiba sore hari di Surabaya dan tidak punya waktu banyak untuk berkeliling. Karena masih hari kerja, macet di kota Surabaya tidak dapat dihindari. Kamipun hanya bisa melihat patung Ikan Suro (hiu) dan Boyo (buaya) yang menjadi landmark kota ini dari dalam bis sambil berlalu.

Kami tiba di Stasiun Pasar Turi sekitar pukul 7 dan kereta kami dijadwalkan akan berangkat pukul 8. Kami menggunakan kereta Eksekutif Argo Anggrek Malam. Karena perjalanan naik kereta ke luar kota merupakan hal yang pertama buatku, naik kereta eksekutif juga menjadi hal baru. Kereta Eksekutif mirip seperti di pesawat. Kursinya jauh lebih nyaman ketimbang naik kereta Ekonomi AC saat kami berangkat menuju malang. kursi yang empuk, tempat yang luas, mendapat fasilitas bantal dan selimut, bahkan toiletnya pun jauh lebih baik karena selalu ada OB yang akan selalu membersihkan setiap kali ada penumpang selesai menggunakan toilet.
Untunglah sebelum sampai di Stasiun Pasar Turi kami telah mengisi perut kami di Restoran dengan makanan yang lezat. begitu kereta kami berangkat, kami langsung terlelap tidur hingga kami sudah tiba di Jakarta dalam waktu 9 jam.

KKL kami pun berakhir dan meninggalkan kenangan dalam benak kami masing-masing. Baik dan buruk yang terjadi selama kegiatan ini akan menjadi kenangan bahwa kami pernah melewati masa-masa ini bersama. KKL di semester 6 menjadi kegiatan yang mempersatukan kami dan menjadi perjalanan bersama sebelum kami semua sibuk dengan kegiatan KKN, PKM, dan skripsi kami nanti. 

Baca Juga:

0 komentar:

Posting Komentar