Selasa, 09 Februari 2016

, ,

Idealisme Mahasiswa PKM

Praktek Keterampilan Mengajar (PKM) menjadi puncak kegiatan mahasiswa program studi pendidikan di kampusku. Peralihan nama dari PPL (Praktek Pengajaran Lapangan) menjadi PKM karena berubahnya status kampus ex-IKIP menjadi Universitas. Jumlah SKS yang semula hanya 4, kini menjadi 2 SKS saja. Bila saat PPL mahasiswa setiap hari ada di sekolah, maka pada program PKM ini kami hanya menghabiskan dua-tiga hari seminggu dan sisanya mengikuti perkuliahan di kampus. 

Sebagaimana halnya tempat praktek, di sekolah, kami mempraktekkan ilmu keguruan dan ilmu yang kami pelajari selama di kampus. Membuat RPP, memberikan materi pengajaran di kelas, melakukan tugas piket, memberi nilai, membuat soal untuk ulangan, dan tugas guru lainnya.

Ketika menjadi Mahasiswa Praktek di sekolah, kami membawa idealisme tersendiri sebagai seorang guru dalam mengajar. Metode dan media apa yang ingin kamu gunakan dalam proses KBM. Apa saja masalah yang dihadapi siswa dalam belajar dan apa yang harus kami lakukan dalam memecahkan masalah tersebut. Mau seperti apa cara kami mengajar, agar membuat siswa nyaman dan semangat untuk belajar.

Sayangnya tidak semua idealisme yang kami rancang dapat terwujud. Kami masih dibatasi oleh Guru Pamong (GP) dan Kurikulum pendidikan. Dalam mengajar kami berada di bawah bimbingan GP yang terkadang menuntut kami agar siswa tetap melaksanakan tugas darinya. Sebelum mengajar kami juga dituntut untuk bisa mengajarkan siswa dari halaman sekian sampai halaman sekian. GP juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Mereka juga dituntut oleh kurikulum karena waktu yang terbatas tetapi masih banyak yang harus dicapai oleh siswa. Seperti materi yang harus sudah dicapai sebelum ujian tiba. 

Alhasil pendidikan kita hanya berorientasi pada ujian dan melihat hasil dari nilai ujian yang diperoleh siswa. Bukan dari proses dan makna pembelajaran yang siswa dapatkan di ruang kelas. Maka tidak heran bila masih banyak siswa yang berusaha mencontek saat ulangan agar mendapatkan nilai bagus. 

Kita memang baru bisa mengetahui bagaimana kondisi masyarakat dengan terjun langsung ke lapangan. Salah seorang siswa pernah mengeluh kepada teman saya saat sedang mengajar, dia merasa bahwa siswa di sekolah sama seperti karyawan di kantor bahkan lebih parah. Mereka berangkat lebih pagi, pulang sore dan masih harus mengikuti bimbel tetapi malamnya juga harus mengerjakan tugas. Tugas yang diberikan juga bukan hanya dari satu atau dua mata pelajaran saja. Maka tak heran bila ada siswa yang mengerjakan tugas mata pelajaran tertentu saat pelajaran lain. Mereka juga dikejar target dengan banyaknya tugas.

Ketika saya dan beberapa teman saya mengajar Bahasa Jerman di kelas, tidak sedikit siswa Kelas XI yang masih belum mengerti Bahasa Jerman yang sudah dipelajari di kelas X atau yang belum lama diajarkan. Alasannya beragam, karena mereka tidak mengerti yang telah diajarkan GP, bahasanya yang sulit dipelajari, atau karena mereka tidak menyukai Bahasa Jerman. Kalau masalahnya sudah tidak suka, kami tidak bisa memaksakan. Saya jadi teringat sekolah dalam buku Toto Chan, sekolah yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih pelajaran yang mereka sukai. Sayangnya pendidikan di Indonesia belum bisa seperti itu. 

Melihat permasalahan tersebut, kami sebagai Guru magang menjadi iba dan memiilki rasa tanggung jawab untuk memperbaiki keadaan siswa setidaknya menjadi sedikit lebih baik. Kami ingin siswa bisa memahami dan menyukai Bahasa Jerman ketika kami ajarkan. Dapat menikmati proses pembelajaran dan menemukan kenyamanan dengan Bahasa Jerman. Tidak masalah mengerjakan tugas sendiri atau bersama, yang terpenting mereka bisa mengerjakan sendiri tanpa menyontek saat ulangan. 

Jauh dilubuk hati kami, kami menginginkan perubahan pendidikan atau kurikulum di Indonesia yang lebih memanusiakan manusia. Bukan hanya sekedar menjadikan siswa memiliki kemampuan untuk menjawab soal-soal ujian, lulus ujian dengan nilai tinggi, dan diterima di universitas favorit. Tetapi juga menghargai proses belajar dan makna kehidupan dari pembelajaran tersebut. memang belum banyak yang bisa kami lakukan sebagai mahasiswa, tetapi untuk mencapai itu semua kami berusaha dengan mengerahkan tenaga dan pikiran dengan memberikan materi menggunakan metode dan media yang menarik minat belajar mereka.  

Selanjutnya aku hanya bisa berharap pendidikan Indonesia bisa menjadi lebih baik dan mencetak calon pemimpin masa depan yang cerdas akhlak dan akalnya. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar