Minggu, 23 November 2014

, ,

Kompetisi Melahirkan Pertemanan

Tidak disangka selesai menulis catatan perjalanan pertama ke Makassar di blog, saya pergi lagi ke kota Anging Marimi ini. Hal yang membuat saya makin begeistert (excited) adalah saya pergi ke Makassar sebagai mahasiswa untuk kompetisi mewakili kampus bersama dua teman saya, Gustaf dan Bayu. Satu impian saya berhasil tercoret. Ini adalah pengalaman pertama saya mengikuti lomba di luar kota dan berhadapan dengan peserta lainnya karena biasanya saya hanya ikut lomba di depan laptop.

Gustaf, saya, dan Bayu
setelah pembukaan acara Inovasi Unhas 2014
Saya pun lagi-lagi tak menyangka akan singgah di kampus merah yang pernah saya lewati saat hendak menuju bandara beberapa bulan lalu selama tiga hari ke depan. Saya akan singgah di kampus terbaik di Indonesia bagian Timur.

Serasa pembicaraan beberapa bulan lalu bersama keluarga di Makassar menjadi kenyataan. Salah satunya ketika Paman meminta saya untuk datang lagi bersama teman yang asik diajak ngobrol dan hari ini saya datang lagi bersama dua orang teman saya. Harapan saya waktu itu adalah membawa teman sekamar saya di kosan tetapi saya membawa dua orang teman lelaki untuk berkompetisi.

Jalan menuju ke Makassar inipun penuh dengan cobaan. Dimulai dari meminta dana ke Pembantu Rektor (PR) III yang ternyata sudah tutup buku dan jumlah dana yang diberikan oleh fakultas yang tidak sesuai dengan permohonan karena sistem di setiap fakultas di kampus saya berbeda dalam meminta dana. Beruntung Allah memberkahi saya dengan PA, sekaligus Dosen Pembimbing LKTI, sekaligus Kajur saya yang murah hati mau memberikan dana pribadinya untuk lomba ini.

Cobaan lainnya adalah di malam kami akan berangkat ke Makassar pada Kamis malam, tepung ikan teri dan tepung lele yang Bayu buat hilang entah di mana. Padahal kami harus membuat kue yang harus dibawa saat presentasi di Makassar karena LKTI kami menghasilkan sebuah produk bernama BISLERI, yaitu biskuit yang dibuat dari campuran tepung ikan lele dan teri sebagai alternatif pangan darurat untuk anak. Akhirnya Bayu dan Gustaf pun pergi ke Kramat Jati untuk membeli Ikan Lele dan Teri yang akan dibuat lagi malam itu di rumah Bayu. Kami pun memutuskan untuk membuat kue di rumah Paman saya di Makassar.

Karena kami menggunakan pesawat Lion Air yang berangkat pukul 05.00 WIB dan harus sampai di bandara sekitar pukul 03.00, maka saya menginap di LKM dan berangkat pukul 02.30 dengan taksi bersama Bayu. Kami pun menunggu Gustaf hingga pukul 03.30 dan ketika ia tiba, tadaaaaa.. handphonenya ketinggalan di taksi. Masalahnya lagi, ia bukan naik taksi Bluebird atau Express, which is ga akan mau mengembalikan HP-nya. Setelah mencoba menelpon HP-nya berkali-kali, Gustaf pun mengikhlaskan telponnya dengan berat hati.

Jumat, 14 November 2014

Well, berangkat ke luar kota bareng teman adalah hal yang menyenangkan. Apalagi kalau perginya sama orang yang rame seperti kedua teman saya ini. Ada aja hal yang dibicarakan sepanjang perjalanan dari mulai hal-hal konyol sampai yang hal yang serius untuk didiskusikan. Mau foto-foto juga ga perlu pake malu karena malunya ditanggung bareng-bareng. Haha

Heading to Makassar
Selama perjalanan ke Makassar kami lebih banyak tidur. Tapi begitu pesawat sudah mulai tiba di langit Makassar, kami semangat banget melihat Makassar dari jendela pesawat. Saya pun dengan jelas bisa melihat jembatan kembar yang saya lewati ketika hendak ke Kampung Jeneponto beberapa bulan lalu.

Akhirnya kami pun tiba di Bandara Hasanuddin, kami di jemput Paman saya dengan mobilnya. Tidak beberapa lama setelah tiba di rumah Paman, kami pun segera membuat kue dengan bahan-bahan yang sepupu saya beli. Beruntungnya kakak sepupu saya ini hobi sekali masak dan bikin kue. Jadi kami cukup tertolong untuk membuat bahan presentasi ini.

Gustaf adalah chef pembuat biskuit ini. Saya dan Bayu cuma bantu sekedarnya saja. Saya sampai diledekin sepupu saya karena belum bisa bikin kue dan cuma bisa makan aja. Kue pun akhirnya selesai dibuat. Awalnya aroma kue ini masih ada mau ikan terinya, tapi lama-lama baunya jadi hilang. Sampai-sampai keponakan saya sebagai tester awal sempat menolak kue yang kami beli dari toko karena „trauma“ dengan bau ikan pada kue ikan yang kami berikan sebelumnya.

This is it, BISLERI ala Chef Gustaf


Setelah selesai sholat Ashar kamipun diantar ke Rusunawa Universitas Hasanuddin tempat kami akan menginap. Perjalanan yang seharusnya hanya ditempuh sekitar 30-45 menit berubah menjadi 2 jam lamanya karena macet yang panjang di Makassar. Kemacetan ini terjadi karena kami berangkat di jam orang-orang pulang bekerja dan ditambah mahasiswa Makassar yang sedang berdemo menolak kenaikan BBM.

Kami tiba di Rusunawa pukul 6 sore dan saya mendapatkan kamar dengan dua anak Unhas. Bayu dan Gustaf tidur di kamar yang sama. Saya sekamar dengan Armawati Arsyad dari Kedokteran Unhas 2012 dan Firnawati dari Argikultural 2013. Mereka adalah teman yang asik. Arma ternyata berasal dari Bone dan Firna dari Toraja. Kamipun sharing tentang kampus dan Makassar.

Malam pertama saya masih belum nyaman dengan suasana di sini. Setiap mau makan dan setelah technical meeting, saya masih saja sering main ke kamar Gustaf dan Bayu untuk mencari teman ngobrol dan juga untuk latihan presentasi. BTW, saat technical meeting banyak yang kaget ketika saya memperkenalkan diri dari jurusan Bahasa Jerman.

Sabtu, 15 November 2014

Hari ini adalah waktunya kami mempresentasikan karya tulis kami. Presentasi akan dilaksanakan di gedung rektorat Unhas. Sebelum berangkat saya dan teman sekamar saya menyempatkan waktu untuk selfie sambil menunggu seluruh peserta berkumpul di Rusunawa untuk berjalan bersama ke gedung rektorat.

Arma dan saya
Semua menggunakan Almamater kampusnya dan membawa peralatan yang dibutuhkan untuk presentasi. Kami juga kagum ketika melihat mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) membawa replika program mereka untuk presentasi.

Ruang presentasi untuk LKTI dan LKTM berada dalam satu gedung, sedangkan lomba Orasi Ilmiah berada di teras luar Gedung Rektorat. Tidak ada sekat yang membatasi LKTI dan LKTM. Dalam presentasi pun kami tidak menggunakan microphone. Alhasil, kami tidak bisa mendengar dengan jelas presentasi peserta lain. Yang menarik, untuk babak pertama peserta LKTS suaranya sangat lantang dibandingkan dengan LKTM. Tetapi lama kelamaan, makin siang suara peserta LKTS justru semakin menurun dan peseta LKTM semakin keren dalam presentasi.

Awalnya kami cukup percaya diri dengan presentasi kami, walaupun kami sempat kurang kompak saat penutupan dan hal ini malah bikin peserta lainnya tertawa melihat kami. Ditambah lagi komentar salah satu juri yang bilang tim kami bagus dan jawaban bagus dari Gustaf dan Bayu saat menjawab pertanyaan juri. Tapi melihat presentasi peserta lainnya kami jadi hilang percaya diri karena mereka semua keren banget.

Seluruh Peseta LKTM
Selesai presentasi, kami pun dikumpulkan untuk membuat satu kelompok dari tiga universitas untuk persiapan membuat penampilan di acara Sara Sehan nanti malam. Kami satu kelompok dengan Universitas Tadulako (Untad), Palu dan Unair. Mereka adalah Rukmana dan Nur dari  Kesehatan Masyarakat Untad berserta mas Luinta, mas Yanuar, dan mas Nara dari Kedokteran Hewan Unair. Mereka punya selera humor yang luar biasa bikin kelompok ini jadi rame. Kami pun berdiskusi apa yang harus kami tampilkan untuk sara sehan nanti. Setelah memikirkan ini dan itu, Rukmana yang selalu menyumbang ide, memberikan ide yang kami setujui untuk membuat parodi presentasi yang kami lakukan siang tadi.

Tapi sayangnya sampai acara sara sehan dimulai, kami masih juga bingung apa yang mau ditampilkan dan percakapan apa saja yang harus diucapkan. Sampai akhirnya kelompok kami adalah kelompok yang pertama tampil dan menghasilkan kegaringan. Kamipun jadi menertawakan kelompok kami sendiri. Ternyata kebingungan dengan apa yang mau ditampilakan saat sara sehan tidak hanya dialami oleh kelompok kami, 2 kelompok LKTM lainnya juga seperti itu. Tapi ada satu kelompok yang menjadi  Best Performace yang menampilakan Parodi yang menarik. Mereka gabungan dari Unhas, Unsoed, dan ITS. Mereka menampilkan parodi tentang Indonesian Idol.

Sara sehan malam ini cukup ampuh untuk mendekatkan kami semua. Saya jadi dekat dengan Nur dan Rukmana, kami pun sempat sharing tentang kampus dan daerah masing-masing. Begitu juga dengan Gustaf dan Bayu bersama mas-mas dari Unair.

Minggu, 16 November 2014

Hari ini adalah hari terakhir kegiatan INOVASI UNHAS 2014. Acara hari ini adalah Seminar Nasional tentang pangan dan pengumuman pemenang seluruh lomba. Tempat acaranya di Baruga atau kita biasa sebut Aula. Tempat ini bisa menampung sekitar 5000 orang dan biasa digunakan untuk wisuda.

Pembicara seminarnya adalah salah satu orang penting dari Kementerian Kedaulatan Pangan dan Pertanian dan MITI. Banyak orang-orang penting yang seharusnya hadir dalam rundown acara tapi ternyata mereka hanya tertulis di atas kertas saja (red: tidak datang) seperti Menteri Kedaulatan Pangan dan Pertanian dan Bupati Kabupaten Bantaeng. Secara garis besar seminarnya mengajak kami untuk mencintai pangan lokal dan menghindari makanan cepat saji serta mengurangi konsumsi beras.

Saat seminar masih berlangsung, saya dan Bayu iseng mengeluarkan kata-kata yang ada di bungkus permen Kis yang kemarin diberikan panitia.  Bayu pun berkata, "Ayo za, kira-kira apa yang keluar dari kantong gue yang berhubungan dengan LKTM kita." Keluarlah permen dari saku Bayu dan kata-kata yang muncul adalah „Tingkatkan Prestasi“. Kami pun kaget dan mangambil kesimpulan "jangan-jangan kita ga menang dan maka dari itu kita harus meningkatkan prestasi lagi“. Pikiran kami berdua menjadi tidak fokus namun berusaha tetap tenang dan menerima hasil apapun.

Sepertinya "ramalan“ permen Kis Bayu itu menjadi kenyataan. Tim kami memang benar-benar tidak menang. Ini mungkin karena harapan awal kami "yang penting sampai Makassar dan ga menang pun ga masalah“ tapi berubah jadi mau menang karena ongkos ke Makassar yang lumayan menguras kantong dan kejadian HPnya Gustaf yang hilang. 

Namun walaupun tidak menang, menjadi 15 finalis sudah cukup membanggakan. Kami juga tetap mendapatkan cenderamata dari Panitia berupa kupu-kupu yang diawetkan dari Banti Murung, tempat yang pengen banget saya datangi. Saya ikut berbahagia teman-teman dari ITS meraih juara pertama, Unsoed juara kedua, dan Unair juara ketiga. Juara Harapan juga diraih oleh salah satu tim dari UB, Unhas, dan UMY. Selamat untuk prestasi mereka!

Peserta LKTM bersama Panitia Inovasi

Acara selanjutnya adalah Field Trip. Tapi karena hujan turun, kegiatan ini ditunda sampai ashar bertepatan dengan berhentinya hujan. Rencana awal panitia, kita akan mengunjungi Fort Rotterdam, pusat oleh-oleh, dan Pantai Losari, tapi karena waktu yang tidak memungkinkan kami tidak bisa mengunjungi Fort Rotterdam. 

Dari pusat oleh-oleh kami pun langsung diantar ke Pantai Losari tidak jauh dari sini. Kami memasuki Pantai Losari dari sisi kanan. Ini adalah sisi kanan pertama yang saya lewati karena sebelumnya saya hanya mengelilingi pantai ini dari sisi sebelah kiri dekat masjid terapung sampai anjungan tulisan Pantai Losari.

Kami sangat beruntung datang ke Pantai Losari di minggu sore ini karena di saat yang sama sedang ada acara pemecahan rekor memanggang Pisang Epe terpanjang dan terbanyak di dunia. Jadi kami bisa menikmati Pisang Epe sepuasnya secara gratis. Apalagi ini adalah hal yang diidamkan Bayu, bernostalgia dengan masa kecilnya.




Sampai adzan maghrib, kami berjalan sepanjang Pantai Losari menuju masjid terapung, setiap beberapa meter kami selalu berhenti untuk berfoto-foto. Kamipun tersadar betapa jauhnya kami berjalan dari ujung ke ujung Pantai Losari ini ketika kembali ke Rusunawa dengan Mobil. Namun jauhnya jarak itu tidak terasa karena kami selalu berfoto. Haha


Bersama Panitia, Peserta dari UMY dan UNTAD
Karena pemintaan para peserta, sebelum kembali ke Rusunawa kami mampir ke Restoran untuk menikmati Coto Makassar. Saya duduk bersama anak-anak UB, Unair, UMY, dan ITS. Sambil menunggu makanana datang, kami pun berbincang-bincang. Walaupun duduk dengan peserta dari berbagai universitas, tapi kami jadi seperti membentuk kelompok tersendiri, saya dan Gustaf berbincang dengan mba April dari UB, mas Rizki dari Unsoed, dan LO Unhas. Mba Melly membahas masalah pangan dengan mas Yanuar, dan Bayu berbincang masalah teknik dengan anak-anak ITS, UB, dan UMY.

Gustaf bersama Mas Yanuar, Mas Nara, dan Mas Luinta dari Unair

Saat perjalanan kembali ke Rusunawa, dalam hati saya membatin, “acaranya udah selesai ya? Berarti akan menghadapi dunia nyata sebentar lagi.” Maksudnya harus kembali ke Jakarta dan berkuliah lagi. Yang pada awalnya saya tidak betah, lama-lama saya menikmati ini semua dan rasanya ga mau berakhir.

Malam ini juga kami harus check out dari Rususnawa dan ketika mengambil barang di kamar, Arma dan Umrah memberikan saya hadiah kenang-kenang. Saya senang sekali tapi malu juga karena saya tidak memberikan apa-apa untuk mereka sebagai balasan. Saya berniat memberikan sesuatu ketika tiba di Jakarta nanti.  Paman saya pun akhirnya tiba untuk menjemput saya, tapi Gustaf harus menunggu karena akan dijemput suadaranya. Sedangkan Bayu memilih untuk menginap di kosan salah satu peserta LKTM dari Unhas. Ia ingin merasakan jadi mahasiswa Unhas katanya, makanya ia menolak untuk bermalam di rumah paman saya atau pun saudaranya Gustaf.


Senin, 17 November 2014

Hari terakhir di Makassar awalnya saya berencana mengunjungi ke Banti Murung, tapi saya urungkan karena hari minggu kemarin saudara dari kampung datang ke kota untuk menemui saya. Namun kami tidak dapat bertemu karena saya masih ada acara di Unhas. Maka saya berencana untuk memilih ke kampung daripada ke Banti Murung, jika waktu memungkinkan. Tapi ternyata karena saya harus Check in di bandara pukul 17.00, saya tidak bisa ke mana-mana di hari ini. Alhasil saya cuma bisa mengerjakan tugas desain dari Yayasan Kita dan Buah Hati.

Berhubung ini adalah hari senin, saya diantar ke bandara oleh paman saya sekaligus menjemput Bayu di Unhas pukul 14.45. Khawatir macet karena demo dan orang-orang pulang kerja. Lagi-lagi perjalanan menuju bandara hujan turun, sama seperti beberapa waktu lalu. Benar saja, di Unhas sedang terjadi demo menuntut PR III diturunkan karena kasus narkoba. Mereka menutup jalan sehingga seluruh mobil harus masuk melewati kompleks Unhas. Puncak macetnya memang berada di dalam Unhas karena ketika keluar kompleks, jalanan justru lengang. Tapi kalau tidak begitu, saya tidak bisa lihat keseluruhan kompleks Unhas yang luas ini. Mereka juga punya rumah sakit mungkin seperti RSCM untuk kedokteran UI.

Kami tiba di bandara pukul 16.30 dan kami langsung masuk tanpa menunggu Gustaf. Karena kami sudah check in online untuk booking tempat duduk dan Gustaf sudah memegang tiketnya, jadi kami memutuskan untuk bertemu di dalam bandara saja.

Gustaf tiba pukul 17.30 dan kami langsung menuju Gate untuk duduk di pesawat. Sepanjang perjalanan kami terus mengobrol hal-hal tentang LKTM kemarin, cerita hal-hal yang dilewati hari ini, diskusi tentang LKM, dan hal-hal lainnya.

Setiba di bandara teman-teman finalis LKTM banyak yang mengirim pesan, menanyakan apakah kami sudah tiba di Jakarta. Mereka sangat perhatian sekali. Saya sangat bahagia punya teman-teman baru dari berbagai daerah seperti mereka. Jadi kalau kita mau keluar kota, kita bisa saling mengunjungi nantinya. Ditambah lagi punya teman baru di Makassar seperti Arma dan lainnya. Jadi di Makassar ada orang lain yang saya kenal selain keluarga saya.

Pengalaman LKTM Nasional seperti ini memang bikin ketagihan kalau bukan karena susahnya minta uang ke universitas rasanya mau ikut acara seperti ini terus deh. Saya berharap bisa bertemu dengan teman-teman dan finalis LKTM Inovasi Unhas dilain waktu. Satu lagi yang ga boleh terlupa, ucapan terima kasih untuk Ningsih, LO kami yang baik hati mau membawakan oleh-oleh saya saat di Pantai Losari, memberikan obat batuk untuk saya, dan sabar menghadapi teman-teman saya yang heboh banget.

Bersama LO Ningsih
Manusia memang tidak pernah puas, begitu juga saya, setelah merasakan (sedikit) atmosfer mahasiswa di Unhas, sekarang saya penasaran dengan atmosfer mahasiswa di pulau jawa dan pulau lainnya. Selanjutnya saya bisa mengunjungi seluruh tempat dan kampus di Indonesia. Serta satu hal lagi, semoga bisa kembali lagi ke Makassar menikmati waktu bersama keluarga dan teman baru.




Continue reading Kompetisi Melahirkan Pertemanan

Selasa, 11 November 2014

,

Tiongkok: Dulu, Kini, dan di Sini

Ketertarikan saya dengan sejarah dan budaya Tiongkok bermula saat saya menyaksikan drama sejarah Korea Goddess of Fire, Joeng Yi yang menceritakan tentang wanita pembuat tembikar pertama di Korea. Dalam drama ini menyajikan hubungan diplomatik antara Dinasti Joseon dari Korea dan Dinasti Ming dari Tiongkok. Konflik dalam drama ini ditambah dengan hadirnya Kerajaan Jepang yang menyerang Korea untuk menculik si wanita pembuat tembikar ini.

Dari drama itu, saya jadi bertanya-tanya tentang hubungan dari ketiga negara tersebut. Mereka memiliki banyak kesamaan. Dari mulai ras, budaya, dan bahkan mereka menggunakan bahasa aksara yang hampir sama. Hingga saya sempat mengambil hipotesa sendiri (tanpa membaca referensi literatur) bahwa akar budaya dari ketiga negara ini adalah negara Tiongkok.

Hipotesa ini saya ambil karena sejarah panjang Tiongkok yang sudah lahir sejak sebelum masehi dan sepadan dengan masa Mesopotamia dan Mesir Kuno. Selain itu, Jepang dan Korea membuat bahasa aksara mereka sendiri karena rakyat mereka kesulitan dalam mempelajari bahasa mandarin. Tiongkok juga merupakan guru dari Jepang, walaupun pada akhirnya Jepang pernah menyerang Tiongkok saat diserang oleh bangsa asing pada perang candu.

Sejarah panjang Tiongkok mengantarkan masyarakatnya menjelajahi dunia pada masa Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho pada abad ke 14. Bumi nusantara pun tak luput dari penjelajahan mereka. Ketika Cheng Ho ke Indonesia ternyata penduduk Tiongkok sudah mendiami Indonesia lebih dulu. Nio Joe Lan dalam bukunya Tiongkok Sepanjang Abad menceritakan bahwa ketika Cheng Ho tiba di Palembang ia disambut oleh Raja Palembang yang merupakan orang Tionghoa bernama Chen Tsu I.

Keberadaan Chen Tsu I sebagai Raja Palembang mengindikasikan bahwa masyarakat Tiongkok memang sudah lama hidup bersama dengan masyarakat pribumi. Diperkirakan sejak abad ke-5 mereka telah mengunjungi Indonesia untuk mencari rempah-rempah dan menetap disini, hingga akhirnya mereka berakulturasi dengan pribumi.

Kehadiran masyarakat Tionghoa di Indonesia mengingatkan kembali tentang masa kecil saya yang tidak terlepas dari orang Tionghoa. Sejak saya bersekolah di bangku SD sampai di perguruan tinggi, saya selalu berteman baik dengan mereka. Tetangga di rumah atau bahkan setiap menikmati perjalanan selalu ditemukan orang Tionghoa. Pada intinya kita hidup berdampingan dengan mereka.
Di daerah Tangerang tempat saya tinggal terdapat komunitas Tionghoa yang sangat terkenal. Mereka adalah komunitas Cina Benteng yang merupakan cikal bakal hidupnya daerah kota Tangerang. Merekalah yang mengurusi daerah tersebut ketika masih berupa lahan kosong saat “diusir” secara halus oleh Belanda untuk mengurusi daerah Tangerang yang sebelumnya masih berupa hutan belukar. Hingga banyak masyarakat dari wilayah Nusantara lainnya datang meramaikan tempat ini. Orang pribumi Nusantara inipun menikah dengan orang Tiongkok totok ini dan menghasilkan Tiongkok peranakan.

Namun Eddy Prabowo Witanto MA, seorang sinolog dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa sejarah Cina Benteng berada karena banyaknya orang Tionghoa yang mengungsi ke daerah luar Batavia seperti Tangerang akibat serangan Belanda. Serangan Belanda ini terjadi pada tahun 1740 karena pemberontakan oleh orang Tionghoa akibat keputusan VOC yang ingin membuang orang-orang Tiongkok ke Sri Langka untuk bekerja di kebun milik VOC.

Secara penampilan orang-orang dari komunitas Cina Benteng ini tidak sama dengan orang Tionghoa kebanyakan yang berkulit putih dan bermata sipit. Sebaliknya, justru mereka sangat mirip dengan pribumi dengan wajahnya yang kecoklatan dan tidak bermata sipit. Warna kulit mereka yang terang berubah kecoklatan karena mereka bekerja sebagai petani menanami sayur-sayuran. Dari segi ekonomi pun, kebanyakan dari mereka adalah orang dari menengah kebawah.

Kata Benteng dari penamaan komunitas ini sendiri berasal dari nama Benteng Makassar yang dahulu pernah berdiri di tepi Sungai Cisadane, Tangerang. Dahulu benteng ini dikuasai oleh orang-orang asal Bone, Makassar yang dipimpin oleh Aru Palaka untuk mencegah direbutnya wilayah ini ke tangan VOC. Namun sayangnya Benteng ini sudah rata dengan tanah.

Sampai saat ini orang-orang dari Cina Benteng masih hidup berdampingan bersama pribumi dengan baik. Dalam percakapan sehari-hari pun mereka menggunakan bahasa Indonesia dan memang kebanyakan dari mereka sudah tidak bisa berbahasa mandarin. Logat bicara mereka pun sudah tercampur dengan logat Betawi Tangerang.

Di Tangerang sendiri terdapat acara budaya tahunan bernama Festival Cisadane. Acara budaya ini menampilkan kreatifitas masyarakat Tangerang dan juga kearifan lokal kota ini. Puncak acara dari festival ini adalah perayaan Pe Chun dan perlombaan perahu naga yang merupakan kebudayaan Tiongkok. Tidak lupa penampilan Barongsai dan Lion menjadi pertunjukkan favorit masyarakat sekitar.

Perayaan Tiongkok yang ditampilkan dalam acara budaya Festival Cisadane ini menunjukkan bahwa Kota Tangerang memang lahir dari budaya Tiongkok dan mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan kota ini. Kesenian Tari Cokek yang merupakan tari khas Tangerang sebenarnya adalah hasil akulturasi masyarakat sunda dengan Tiongkok. Begitu pula musik gambang kromong yang selalu ditampilkan dalam acara pernikahan. Makanan seperti asinan, capcay, kwetiau yang merupakan makanan khas Tiongkok pun sudah sering kita nikmati.


Secara keseluruhan kehadiran orang Tionghoa ini merupakan salah satu etnis yang tidak bisa dipisahkan dari bangsa Indonesia. Namun, sayang keberadaan mereka masih sering mendapat diskriminasi oleh pribumi. Entah karena mereka yang menguasai perekonomian di Indonesia, dilihat dari banyaknya perusahaan-perusahaan besar dan toko-toko yang pemiliknya adalah orang Tionghoa atau karena generalisasi sifat-sifat mereka. 
Continue reading Tiongkok: Dulu, Kini, dan di Sini
,

Komplizierter Oktober

Am Oktober schrieb ich keine Posten in meinem Blog, obwohl es viele Sache gab, die schon passierte.

1.       Am anfang dieses Monats, am 3. Oktober sammelte ich den Vorschlag für PKM (Program Kreativitas Mahasiswa). Das ist ein Vorschlag, den die Studenten an der Universität gemacht worden haben, um Problem in der Staat aufzulösen. Ich sammelte in dem letzten Tag aber ich fand meine Vertreterins Dekan III und Vertreterins Rektor III nicht. Zum Glück, die Leute, die für Vertreters Rektor III arbeiten, hatten der Stempel der Unterschrifts Vertreterins Rektor III. Dann musste ich auch auf und ab von der Fakultät zum Rektorat Büro und Fotocopy Geschäft.

Das tragische Ende dieses Freitags war, ich habe mein Handy in der Haltestelle verloren, als ich auf den Bus wartete. Das war mein Android Handy, das ich fast ein Jahr kaufte. Ich mochte weinen aber ich konnte das nicht. Ich hoffe, Allah will mir das neue und bessere Handy gibt. Aamiin.

2.       Das zweite Woche (10.10.) furh ich mit den neuen Mitgliedern und Ausschuss von LKM UNJ nach Batu Jaya, Karawang für OCAB. Das war eine Orientierung für die neue Milgliedern, um in LKM UNJ zu beitreten.  Wir machten Spaß und besuchte ich zwei Candis in der Nähe Pension. Wir gaben die neue Mitgliedern „Unterrichten“, die mit LKM UNJ verbindete. Nämlich die Philosophie, die Schreibweise, Public Speaking, und Organisation. Wie kochten auch für die Teilnehmer (die neuen Mitgliedern), die Absolventen, und Ausschuss.

Aber wir mangelte an Wasser zum Baden oder zum Waschen. Dann mussten wir Wassr von PDAM zum Baden und Waschen kaufen. Schade, als wir OCAB fertig machten und zu Hause kammen, juckten unsere Körper. Aber nur die Leute, die in der letzte Tag in Pension badete. Trotzdem freute ich über unseren Zusammenhalt. Wir sind Familie von LKM UNJ. Ich liebe die Leute in LKM UNJ.

3.       Wieder ich sammelte einen Vorschlag im letzen Tag. Aber jetzt sammelte ich den Vorschlag für ein Wettbewerb von Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar. Hier sagt man LKTM (Lomba Karya Tulis Mahasiswa). Es war genauso wie PKM. Wir mussten ein Problem auflösen aber es ist für das Nahrungmittel. Das war das Thema.

Mein Gruppe besteht aus Gustaf, Bayu, und Ich. Weil Gustaf in diesem Tag in Semarang war, muss ich eine Führerin werden und Bayu musste nach Puncak fahren. Dann ich arbeitete allein. Ich hatte nicht genug Geld, aber ich mussten die Fotokopie der Vorschlag bezahlen und ihn nach Makassar schicken. Glücklig, fand ich meine Fruendin, die von der Klasse herauskam. Ich lieh ihr Geld und in LKM ich lieh Ka Dewan Geld. Alhamdulillah war der Vorschlag endlich geshickt. Nachdem ich den Volschlag geschickt hatte, ging zu Hause, zu meine Eltern in Tangerang.

4.       Circa zehn Tage mussten ich und meine Gruppe auf das Ergebnis von dem Wettbewerb in Unhas warten. Und am letze Dienstag morgen rief Gustaf mich an. Er sagte, dass wir nach Makassar fliegen will, um der Vorschlag zu präsentieren, weil unser Vorschlag eins von 15 beste Vorschlag ist. Darüber freue ich mich. Ich wird meine erste Zeit eine Vertretung von meiner Uni werden. Außerdem, was ich besonders interessant ist,  ich will zu meiner Heimatland fliegen.

Das Ergebnis von dem Wettbewerb in Unhas war eine schöne Nachrict, diese Monat zu beenden. Ich hoffe, wir können dem Wettbewerb gewinnen.

Continue reading Komplizierter Oktober