Sabtu, 21 November 2015

Waktu dan Umur

Waktu terus berjalan. Di saat yang sama banyak sekali kejadian yang terjadi. Siapa sangka dalam suatu waktu kau akan berubah. Aku yang di awal tahun perkuliahan begitu rajin pergi mengaji, tidak pernah tahu kalau pada akhirnya aku sudah tidak pernah mengunjungi tempat pengajian sama sekali akhir-akhir ini. Entah karena kepergian Habib Munzir atau karena aku yang menghindari pertemuan dengan masa lalu itu. 

Aku pun bertanya-tanya akan jadi apa aku setelah lulus dan aku di tahun-tahun mendatang. Akankah aku bisa meraih semua impianku? Akankah aku bisa pergi ke jerman dan mengelar idealismeku sewaktu masih menjadi mahasiswa baru? Atau akankah perubahan besar akan terjadi?

 Masalah masa depan memang tidak ada yang tahu. Hanya Allah yang memegang masa depan kita. Benar kata imam gazhali kita tidak akan pernah tahu akhir hidup kita akan seperti apa nantinya. Bisa jadi si kafir berubah menjadi si alim yang sangat taat atau bahkan sebaliknya. Na’udzubillah.

Semenjak kepergian ayah, aku menjadi sering mendengar kematian orang lain. Kematian itu nyata. Kita tak akan pernah bisa mengelak atau berusaha. Ketika dalam perjalanan ke sekolah dengan motor, aku sering berpikir, dulu aku selalu merasa ayah akan berumur panjang. Aku bisa melihat ayah ketika wisuda nanti atau ketika aku menikah. Aku merasa aman saai itu. Padahal untuk penyakit sekelas ayah, tidak ada yang bisa disepelekan. Bahkan untuk umur.

Umur menjadi sebuah rahasia besar. Kepergian ayah menjadi refleksi untuk diriku tentang kematian itu sendiri. Aku jadi sering membayangkan seandainya aku akan menyusul ayah. Seandainya kematian mendekat. Akupun menjadi khawatir dengan mama. Aku takut mama akan sendirian di saat keluarga ini belum bisa berdiri sendiri. 

Maka akupun berdoa, agar aku bisa menjadi seorang yang mapan yang bisa membuat keluarga ini bangkit dari keterpurukan dan mampu berdiri sendiri bahkan membantu orang lain. Aku berdoa, agar aku bisa membahagiakan mama. Sehingga jika waktuku tiba, akupun bisa tenang jika harus meninggalkan mama lebih dahulu. 

Aku pun berdoa, sebelum waktuku tiba, aku bisa bermanfaat untuk orang lain. Aku bisa meninggalkan kenangan yang berguna untuk orang lain. Rasanya diri ini hampa sekali saat tak ada sesuatupun yang bisa dibagi untuk yang lain.  

0 komentar:

Posting Komentar