Sabtu, 21 November 2015

,

Resensi Buku Negeri van Oranje: Semua tentang Belanda

Judul
: Negeri van Oranje
Penulis
: Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Annisa Rijadi, dan Rizki Pandi Permana
Penerbit
: Bentnag Pustaka
Terbit
: Cetakan kelima, Juni 2015
Tebal
: 575 Halaman
Harga
: Rp 54.000,00


Sudah banyak sekali novel-novel motivasi tentang kuliah di luar negeri yang bertebaran di Indonesia. Di mulai dari Tetralogi terkenal Laskar Pelangi milik Andrea Hirata, Trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, hingga novel islami 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Rais. Masing-masing penulis tersebut memberikan gaya penulisannya yang khas dan dari sudut pandang berbeda dalam bercerita. Entah dari sudut agama, budaya, ataupun sosial. 

Begitu pula dengan Negeri van Oranje. Novel karya empat sekawan Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Annisa Rijadi, dan Rizki Pandi Permana ini menceritakan tentang perkuliahan di luar negeri. Tentang bagaimana lika-liku perjalanan mahasiswa Indonesia yang berkuliah magister di Belanda. Cerita dalam novel ini tidak hanya menceritakan tentang satu orang saja, melainkan dibalut dengan kisah persahabatan lima mahasiswa Indonesia yang tidak sengaja dipertemukan di stasiun Amersfoort.

Dari pertemuan tidak sengaja itu, mereka memulai persahabatan lewat media chatting Yahoo Massenger!. Persahabatan yang terdiri dari empat laki-laki dan satu orang perempun ini kemudian diberi nama Aagaban yaitu Aliansi Amersfoort GAra-gara BAdai Netherland. Seperti persahabatan pada umumnya yang saling berbagi dalam suka dan duka, persahabatan mereka di luar negeri ini sukses bikin saya mupeng dan jadi rindu sahabat lama.

Novel yang akan segera difilmkan ini tidak hanya sekedar menceritakan pengalaman asli para penulisnya saja, tetapi juga dibubuhi dengan cerita humoris dan kata-kata lucu untuk melengkapi beberapa penggalan kalimatnya. Wajar saja jika Andrea Hirata memberikan komentar bahwa novel ini menyenangkan.

Kelima tokoh dalam novel diceritakan tinggal di wilayah berbeda di Belanda dan memiliki latar belakang beragam mengapa bisa menuntut ilmu hingga di Negeri Kincir Angin. Seperti Lintang, satu-satunya tokoh wanita di novel ini, tinggal di wilayah Leiden karena sudah disiapkan oleh tabungan orang tuanya. Lalu Daus, orang betawi yang berkuliah di jurusan Hukum tinggal di kota Utrecht mendapatkan beasiswa dari tempatnya bekerja di Departemen Agama.

Ada lagi Banjar, yang bernama asli Iskandar dan asli Banjarmasin ini mendapat tantangan dari temannya untuk hidup mandiri di luar negeri dan menetap di Rotterdam. Selanjutnya Wicak, anak asli Banten ini tinggal di Wageningen, yang universitasnya merupakan pusat riset pertanian dan kehutanan di Belanda. Terakhir ada Geri, yang digambarkan sebagai pria paling tampan ini sudah lama tinggal di Den Haag sejak kuliah S1.

Karena perbedaan tempat tinggal dari kelima tokoh tersebut, kita akan diajak mengunjungi masing-masing kota. Novel ini mungkin hampir mirip dengan buku travel writing yang dikemas dalam bentuk novel. Karena tidak hanya cerita perjalanan para tokoh saja yang digambarkan, tetapi juga menceritakan dengan sangat rinci tentang keindahan alam, sejarah, kebudayaan, makanan, dan keunggulan kota-kota di Belanda.

Hampir di setiap bab dilengkapi pula tentang tip dan trik hidup di Belanda sebagai mahasiswa rantau. Seperti memilih tempat tinggal, bergaul dengan warga asli Belanda, acara-acara Festival yang ada di Belanda, hingga tip menarik lainnya yang sangat membantu mahasiswa Indonesia yang ingin berkuliah di sana. Karena tip dan trikRupanya ini sangat bermanfaat karena tidak semua tip dan trik tersebut bisa didapatkan di buku panduan beasiswa yang ada di lembaga resmi Belanda.

Walaupun hal humoris banyak menghiasi novel ini, para penulis juga tidak lupa menyampaikan banyak pesan moral tentang terkait isu politik ataupun sosial di Indonesia seperti Illegal logging dan hal mendasar yang dialami mahasiswa yang berkuliah di luar negeri. Akankah mereka segera pulang ke Indonesia setelah lulus atau memilih berkarier di luar negeri?

“Ibarat rumah, ye. Biar kompleks rumahnye dibikin cakep dari luar, ada taman segala, tapi kalau dari dalem nggak ada yang piara, nggak ada yang bersihin, kan, lama-lama ambruk juga tu rumah!” ujar Daus yang memilih untuk pulang setelah lulus karena berusaha memperbaiki system birokrasi di Indonesia.

Sebuah cerita kehidupan rasanya akan terasa hambar tanpa cerita cinta. Persahabatan Aagaban ini tentunya juga dihiasi dengan cerita cinta yang unik walaupun terkesan klasik. Ketiga tokoh pria, yaitu Wicak, Banjar, dan Daus diam-diam menyukai sosok Lintang yang memiliki kepribadian yang menyenangkan. Sayangnya Lintang menyukai Geri yang ternyata hanya menganggapnya sebagai adik karena ia tidak tertarik dengan wanita.

Sayangnya karena hampir keseluruhan novel ini menceritakan tentang Belanda, konflik dalam cerita ini terasa kurang greget. Kita harus membaca hingga hampir di tiga perempat novel untuk menemukan konfliknya. Beberapa penggalan cerita dari penurunan konflik tersebut sebenarnya akan kita dijumpai di awal cerita, lalu kita akan menemukan kronologisnya ketika Lintang kaget menerima kenyataan bahwa Geri adalah seorang gay.

Lewat sosok Geri yang seorang gay, para penulis seperti ingin menceritakan sisi lain Belanda sebagai bagian dari Eropa yang pro terhadap hubungan homoseksual. Seperti terdapatnya parade gay ataupun bar khusus untuk gay yang memiliki ciri gambar pelangi di namanya.

Pada intinya buku ini cocok bagi mereka yang ingin menuntut ilmu di luar negeri terkhusus di Belanda atau hanya sekedar ingin mengetahui tentang serba-serbi negeri Oranje ini.

0 komentar:

Posting Komentar