Sabtu, 09 April 2016

, , , ,

Ikutan Mendadak F1

Ajang balap mobil internasional Formula 1 (F1) di Indonesia semenjak Rio Haryanto resmi menjadi salah satu pembalapnya, mulai menarik perhatian masyarakat. Sebelum debutnya di F1, saya hanya tahu Rio sebagai pembalap yang patut didukung karena telah mengharumkan nama Indonesia dengan prestasi dunianya.
Namanya pun semakin melambung semenjak Rio direkrut oleh Tim Manor Racing untuk maju ke F1. Banyak media yang memberitakan tentang Rio. Hingga saya membaca sebuah artikel yang menuliskan bahwa sambil menunggu persetujuan sponsor untuk mendanainya, ia sholat tahajud. Kata “Sholat Tahajud” inilah yang membuat saya mulai mengagumi dirinya. “Calon suami idaman,” gumam saya dalam hati.
Bagaikan punguk merindukan bulan, saya paham betul bahwa saya hanya terobsesi dengannya. Jika mengutip tuisan M. Wahab S, seorang watawan senior di otomotif dalam kolom Kompas, mungkin saya masuk kelas Fans kelima, yaitu “fans yang suka F1 karena di kokpit Rio ada Ayat Kursi-nya.” Jujur saja saya tidak pernah berharap untuk bertemu dengannya, sampai akhirnya kesempatan itu datang sendiri melalui Instagram Rio bahwa ia akan menggelar acara Meet and Greet di Mall Kota Kasablanka.
Meet and Greet Rio Haryanto
Acara ini merupakan acara pertama yang dilakukan Rio setelah melakukan dua race di F1. Ini menjadi kesempatan emas bagi Sahabat Rio –julukan penggemar Rio, untuk bertemu dengannya sebelum ia melanjutkan race di Shanghai, Tiongkok. Saya pun jadi ikut bersemangat.
Pada intinya acara ini membuat kita mengenal Rio lebih dekat sekaligus memberi dukungan untuk rio dalam pertandingan F1 tahun ini. Dalam acara ini juga ditampilkan replica mobil balap Rio yang dipajang di dekat panggung. Dari sini penonton dapat melihat bagaimana ukuran mobil yang biasa Rio kendarai selama balapan.
Sebelum bertemu dengan Rio, kita diajak terlebih dulu berbincang dengan wartawan senior yang ahli dalam bidang otomotif dan dari pihak Pertamina yang mensponsori Rio. Seorang Wartawan senior ini mengatakan bahwa untuk menjadi pembalap F1, dibutuhkan IQ yang tinggi. “Seorang Pilot hanya perlu menekan tombol lalu memantau, tetapi seorang pembalap F1 harus bisa mengendalikan kemudi, gas, rem, dan di saat yang sama ia harus hafal penggunaan 30 tombol yang ada di mobil tersebut,” ujar sang wartawan.
Pihak Pertamina sendiri sudah 6 tahun menjadi sponsor Rio sejak dia berlaga di GP series. Melihat prestasi Rio yang terus meningkatlah yang membuat Pertamina mau menjadi sponsor Rio. “Kami siap memberikan bantuan untuk anak bangsa yang memang memiliki potensi,” kata perwakilan Pertamina itu.
Untuk bisa sampai di ajang F1, Rio memulai perjuangan panjangnya dengan mengikuti lomba balap Gokart pada usia 6 tahun. Sejak saat itu prestasinya terus meningkat dari lomba balap Gokart nasional hingga Asia. Kemudian ia berlaga di Formula Asia, Formula BMW, GP 2, dan 3 dengan prestasi cemerlang. Hingga akhirnya tim Manor Racing tertarik untuk mengajak Rio bergabung sebagai driver pay di F1.
“Menjadi pembalap F1 dibutuhkan kecepatan mengendarai mobil sejauh 300 KM/Jam. Kecepatan ini sama seperti kita menaiki wahana Roller Coaster yang dapat memacu adrenalin dan membuat jantung kita berdetak lebih cepat. Kesehatan tubuh di sinilah yang sangat diperlukan oleh Rio. Tak heran jika Rio terus menjaga stamina tubuhnya agar dapat tampil dengan baik dalam setiap perlombaan,” jelas sang pembawa acara.
Kesempatan menjadi pembalap F1 hanya dimiliki oleh 22 pembalap di seluruh dunia. Kita patut bangga memiliki Rio yang berhasil menjadi perwakilan Indonesia dan menjadi satu-satunya perwakilan di Asia dalam ajang ini. Rasanya uang yang dibutuhkan untuk mendukung Rio sampai di F1 hingga ratusan juta Euro, tidak akan mubadzir jika digunakan untuk sebuah prestasi seperti ini. Ditambah lagi Rio selalu menunjukkan kualitas pribadinya dalam setiap perlombaan.
Jangan sampai ada bakat anak bangsa, yang harus ditelantarkan lagi hanya karena masalah uang. Cukup kejadian IPTN yang ditutup membuat anak bangsa yang berbakat menciptakan pesawat lari ke negara lain karena tak dihargai.
Saat Rio hendak ke atas panggung, pihak panitia memutarkan culpikan video perjalanan Rio dalam memenangkan perlombaan yang sukses bikin baper. Tak terasa air mata saya menggembang dan rasa haru menggebu dalam dada. Bahagia dan senang ada anak bangsa yang sukses mengharumkan Indonesia. Kalau dipikir lagi, saya yang hanya orang lain bagi Rio saja bangga, apalagi orang tua dan keluarganya.
Rio akhirnya naik ke atas panggung diiringi dengan teriakan para penonton yang sudah menunggunya lebih dari satu jam. Setibanya di atas panggung, wajah Rio menggambarkan ketakjuban melihat jumlah penonton yang hadir. Acara bersama Rio pun dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk mengingat masa-masa Rio memenangkan perlombaan dan menyanyikan lagu tanpa nada atau tanpa bendera.
Sudah ada pertanyaan yang disiapkan untuk Rio saat masih berbincang dengan wartawan senior dan perwakilan dari pertamina. Sayangnya saya kurang memperhatikan jawaban Rio ketika ditanya apakah dirinya pernah bosan dengan dunia balapan karena saya sibuk mengurusi smartphone saya yang batrenya tinggal 3%.
Usai berbincang sebentar dengan Rio, para pengunjung yang hadir diberikan kesempatan untuk bertanya. Rio ditanya motivasi apa yang dia lakukan ketika dia mulai merasa down dalam memulai balapan atau ketika tidak berhasil sampai finish asaat debut F1 di Melbourne. Ia pun menjelaskan bahwa ia adalah orang yang kompetitif dan selalu berusaha untuk lebih baik lagi. Tetapi jika ia merasa down ia akan berolah raga jogging atau bersepeda untuk membangkitkan mood nya kembali.
Saat ditanya oleh salah satu penggemar jika ia dilahirkan kembali apakah ia tetap ingin menjadi pembalap atau profesi lain, Rio menjawab bahwa dirinya tetap ingin menjadi seorang pembalap. Target selanjutnya di F1, dia tidak muluk-muluk untuk menjadi juara, tetapi dia akan berusaha untuk menaikkan peringkatnya dan bisa menambah poin untuk timnya.
Rio mengaku bahwa Tim Manor Racing memang Tim kecil, tetapi Tim dari Inggris ini menurutnya sudah memberikan usaha yang terbaik dan patut diperhitungkan karena menggunakan performa mesin dari Mercedes. Setidaknya saya yakin Rio sudah memperhitungkan dengan masak ketika ia memilih untuk bergabung dengan Tim Manor.
Pembelajaran Berharga
Banyak hal yang bisa dipelajari dari sosok Rio. Di usianya yang baru 23 Tahun, ia sudah menorehkan banyak prestasi hingga berhasil menjadi pembalap F1. Kegigihannya dalam mengejar impian, disiplin, pantang menyerah, dan sikapnya yang kompetitif ini patut menjadi teladan untuk anak muda lainnya.
Ini juga menjadi cambukkan untuk diri saya sendiri. Rio konsisten dengan impiannya untuk menjadi pembalap F1 hingga berhasil meraihnya. Konsistensi dalam belajar ini yang harus ditiru. Prestasinya selalu meningkat, inilah yang membuat banyak orang yakin dengan kemampuannya. Tidak seperti saya yang kalau punya tujuan baru semangat dan kalau lagi malas, nilai IP ikut malas naik. Melihat Rio, saya jadi berkaca dan terpacu untuk bisa mengejar impian saya. Untuk bisa konsisten belajar dan mengasah diri karena pada akhirnya, yang menikmati hasilnya yaa saya sendiri.
Sekali lagi melihat Rio yang terekspose media karena prestasinya, saya yakin sebenarnya masih banyak prestasi anak negeri yang juga telah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Hanya saja media tidak mengeksposenya ke publik. Bisa jadi karena nama F1 yang sangat prestige dan keberadaannya di sana bagaikan Indonesia berhasil masuk ke World Cup yang skalanya Internasional dan tidak semua negara bisa mengikutinya.
Kapitalisme?
Saya rasa sudah menjadi hal biasa jika ada sesi foto bersama bintang tamu dalam acara M&G dan TIDAK GRATIS. Sama halnya dengan M&G Rio Haryanto ini. Pihak sponsornya yakni Pertamina memberikan kesempatan foto bersama Rio dengan membeli produk Fastron seharga 1 juta dan hanya untuk 20 orang yang beruntung.
Ketika seseorang memiliki uang banyak, mungkin makam malam private bersama Rio bisa terlaksana. Ada uang, ada barang. Rio bisa dibilang menjadi korban kapitalisme –entahlah saya pun tak yakin. Dimulai dari ia harus membayar uang yang tidak sedikit untuk masuk F1 dan mencari banyak sponsor untuk mendukung, hingga untuk bisa berfoto bersamanya pun pihak sponsor memanfaatkan popularitasnya juga. Untuk balik modal mungkin.
Kita tidak bisa menyalahkan siapapun di sini karena mereka sama-sama saling menguntungkan. Selama dana itu bermanfaat untuk Rio demi cita-cita negara, mungkin bukan menjadi masalah besar. Karena ketika seseorang berbisnis maka yang dicari adalah keuntungan, bukan?
Banyaknya kata mungkin yang saya gunakan tidak terlepas karena keraguan saya dengan semua ini. Bisa jadi saya salah, bisa jadi ada benarnya juga. Yang terpenting saya sebagai bangsa Indonesia sangat bangga dengan Rio dan akan terus mendukung, walau hanya dengan ucapan atau doa kepada Sang Pencipta.

0 komentar:

Posting Komentar