Ajang balap mobil internasional Formula 1 (F1) di Indonesia semenjak Rio Haryanto resmi menjadi salah satu pembalapnya, mulai menarik
perhatian masyarakat. Sebelum debutnya di F1, saya hanya tahu Rio sebagai pembalap yang patut
didukung karena telah mengharumkan nama Indonesia dengan prestasi dunianya.
Namanya pun
semakin melambung semenjak Rio direkrut oleh Tim Manor Racing untuk maju ke F1.
Banyak media yang memberitakan tentang Rio. Hingga saya membaca sebuah artikel
yang menuliskan bahwa sambil menunggu persetujuan sponsor untuk mendanainya, ia
sholat tahajud. Kata “Sholat Tahajud” inilah yang membuat saya mulai mengagumi
dirinya. “Calon suami idaman,” gumam saya dalam hati.
Bagaikan punguk
merindukan bulan, saya paham betul bahwa
saya hanya terobsesi dengannya. Jika mengutip
tuisan M. Wahab S, seorang watawan senior di otomotif dalam kolom Kompas,
mungkin saya masuk kelas Fans kelima, yaitu “fans yang suka F1
karena di kokpit Rio ada Ayat Kursi-nya.” Jujur saja saya tidak pernah berharap
untuk bertemu dengannya, sampai akhirnya kesempatan itu datang sendiri melalui Instagram
Rio bahwa ia akan menggelar acara Meet and Greet di Mall Kota
Kasablanka.
Meet and
Greet Rio Haryanto
Acara ini merupakan acara pertama yang
dilakukan Rio setelah melakukan dua race di F1. Ini
menjadi kesempatan emas bagi Sahabat Rio –julukan penggemar Rio, untuk bertemu
dengannya sebelum ia melanjutkan race di Shanghai, Tiongkok. Saya pun
jadi ikut bersemangat.
Pada intinya acara ini membuat kita mengenal Rio
lebih dekat sekaligus memberi dukungan untuk rio dalam pertandingan F1 tahun
ini. Dalam acara ini juga ditampilkan replica mobil balap Rio yang dipajang di
dekat panggung. Dari sini penonton dapat melihat bagaimana ukuran mobil yang
biasa Rio kendarai selama balapan.
Sebelum bertemu dengan Rio, kita diajak terlebih
dulu berbincang dengan wartawan senior yang ahli dalam bidang otomotif dan dari
pihak Pertamina yang mensponsori Rio. Seorang Wartawan senior ini mengatakan
bahwa untuk menjadi pembalap F1, dibutuhkan IQ yang tinggi. “Seorang Pilot
hanya perlu menekan tombol lalu memantau, tetapi seorang pembalap F1 harus bisa
mengendalikan kemudi, gas, rem, dan di saat yang sama ia harus hafal penggunaan
30 tombol yang ada di mobil tersebut,” ujar sang wartawan.
Pihak Pertamina sendiri sudah 6 tahun menjadi
sponsor Rio sejak dia berlaga di GP series. Melihat prestasi Rio yang terus
meningkatlah yang membuat Pertamina mau menjadi sponsor Rio. “Kami siap
memberikan bantuan untuk anak bangsa yang memang memiliki potensi,” kata
perwakilan Pertamina itu.
Untuk bisa sampai di ajang F1, Rio memulai
perjuangan panjangnya dengan mengikuti lomba balap Gokart pada usia 6 tahun.
Sejak saat itu prestasinya terus meningkat dari lomba balap Gokart nasional
hingga Asia. Kemudian ia berlaga di Formula Asia, Formula BMW, GP 2, dan 3
dengan prestasi cemerlang. Hingga akhirnya tim Manor Racing tertarik untuk
mengajak Rio bergabung sebagai driver pay di F1.
“Menjadi pembalap F1 dibutuhkan kecepatan
mengendarai mobil sejauh 300 KM/Jam. Kecepatan ini sama seperti kita menaiki
wahana Roller Coaster yang dapat memacu adrenalin dan membuat jantung kita
berdetak lebih cepat. Kesehatan tubuh di sinilah yang sangat diperlukan oleh
Rio. Tak heran jika Rio terus menjaga stamina tubuhnya agar dapat tampil dengan
baik dalam setiap perlombaan,” jelas sang pembawa acara.
Kesempatan menjadi pembalap F1 hanya dimiliki oleh
22 pembalap di seluruh dunia. Kita patut bangga memiliki Rio yang berhasil
menjadi perwakilan Indonesia dan menjadi satu-satunya perwakilan di Asia dalam
ajang ini. Rasanya uang yang dibutuhkan untuk mendukung Rio sampai di F1 hingga
ratusan juta Euro, tidak akan mubadzir jika digunakan untuk sebuah prestasi
seperti ini. Ditambah lagi Rio selalu menunjukkan kualitas pribadinya dalam
setiap perlombaan.
Jangan sampai ada bakat anak bangsa, yang harus
ditelantarkan lagi hanya karena masalah uang. Cukup kejadian IPTN yang ditutup
membuat anak bangsa yang berbakat menciptakan pesawat lari ke negara lain
karena tak dihargai.
Saat Rio hendak ke atas panggung, pihak panitia memutarkan
culpikan video perjalanan Rio dalam memenangkan perlombaan yang sukses bikin baper.
Tak terasa air mata saya menggembang dan rasa haru menggebu dalam dada. Bahagia
dan senang ada anak bangsa yang sukses mengharumkan Indonesia. Kalau dipikir
lagi, saya yang hanya orang lain bagi Rio saja bangga, apalagi orang tua dan
keluarganya.
Rio akhirnya naik ke atas panggung diiringi dengan
teriakan para penonton yang sudah menunggunya lebih dari satu jam. Setibanya di
atas panggung, wajah Rio menggambarkan ketakjuban melihat jumlah penonton yang
hadir. Acara bersama Rio pun dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk
mengingat masa-masa Rio memenangkan perlombaan dan menyanyikan lagu tanpa nada
atau tanpa bendera.
Sudah ada pertanyaan yang disiapkan untuk Rio saat
masih berbincang dengan wartawan senior dan perwakilan dari pertamina.
Sayangnya saya kurang memperhatikan jawaban Rio ketika ditanya apakah dirinya
pernah bosan dengan dunia balapan karena saya sibuk mengurusi smartphone saya
yang batrenya tinggal 3%.
Usai berbincang sebentar dengan Rio, para
pengunjung yang hadir diberikan kesempatan untuk bertanya. Rio ditanya motivasi
apa yang dia lakukan ketika dia mulai merasa down dalam memulai balapan
atau ketika tidak berhasil sampai finish asaat debut F1 di Melbourne. Ia pun
menjelaskan bahwa ia adalah orang yang kompetitif dan selalu berusaha untuk lebih
baik lagi. Tetapi jika ia merasa down ia akan berolah raga jogging
atau bersepeda untuk membangkitkan mood nya kembali.
Saat ditanya oleh salah satu penggemar jika ia
dilahirkan kembali apakah ia tetap ingin menjadi pembalap atau profesi lain,
Rio menjawab bahwa dirinya tetap ingin menjadi seorang pembalap. Target
selanjutnya di F1, dia tidak muluk-muluk untuk menjadi juara, tetapi dia akan
berusaha untuk menaikkan peringkatnya dan bisa menambah poin untuk timnya.
Rio mengaku bahwa Tim Manor Racing memang Tim
kecil, tetapi Tim dari Inggris ini menurutnya sudah memberikan usaha yang
terbaik dan patut diperhitungkan karena menggunakan performa mesin dari
Mercedes. Setidaknya saya yakin Rio sudah memperhitungkan dengan masak ketika
ia memilih untuk bergabung dengan Tim Manor.
Pembelajaran Berharga
Banyak hal yang bisa dipelajari dari sosok Rio. Di
usianya yang baru 23 Tahun, ia sudah menorehkan banyak prestasi hingga berhasil
menjadi pembalap F1. Kegigihannya dalam mengejar impian, disiplin, pantang
menyerah, dan sikapnya yang kompetitif ini patut menjadi teladan untuk anak
muda lainnya.
Ini juga menjadi cambukkan untuk diri saya
sendiri. Rio konsisten dengan impiannya untuk menjadi pembalap F1 hingga
berhasil meraihnya. Konsistensi dalam belajar ini yang harus ditiru.
Prestasinya selalu meningkat, inilah yang membuat banyak orang yakin dengan
kemampuannya. Tidak seperti saya yang kalau punya tujuan baru semangat dan
kalau lagi malas, nilai IP ikut malas naik. Melihat Rio, saya jadi berkaca dan
terpacu untuk bisa mengejar impian saya. Untuk bisa konsisten belajar dan
mengasah diri karena pada akhirnya, yang menikmati hasilnya yaa saya sendiri.
Sekali lagi melihat Rio yang terekspose media
karena prestasinya, saya yakin sebenarnya masih banyak prestasi anak negeri
yang juga telah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Hanya saja
media tidak mengeksposenya ke publik. Bisa jadi karena nama F1 yang sangat prestige
dan keberadaannya di sana bagaikan Indonesia berhasil masuk ke World Cup
yang skalanya Internasional dan tidak semua negara bisa mengikutinya.
Kapitalisme?
Saya rasa sudah menjadi hal biasa jika ada sesi
foto bersama bintang tamu dalam acara M&G dan TIDAK GRATIS. Sama halnya
dengan M&G Rio Haryanto ini. Pihak sponsornya yakni Pertamina memberikan
kesempatan foto bersama Rio dengan membeli produk Fastron seharga 1 juta dan
hanya untuk 20 orang yang beruntung.
Ketika seseorang memiliki uang banyak, mungkin
makam malam private bersama Rio bisa terlaksana. Ada uang, ada barang.
Rio bisa dibilang menjadi korban kapitalisme –entahlah saya pun tak yakin.
Dimulai dari ia harus membayar uang yang tidak sedikit untuk masuk F1 dan
mencari banyak sponsor untuk mendukung, hingga untuk bisa berfoto bersamanya pun
pihak sponsor memanfaatkan popularitasnya juga. Untuk balik modal mungkin.
Kita tidak bisa menyalahkan siapapun di sini
karena mereka sama-sama saling menguntungkan. Selama dana itu bermanfaat untuk
Rio demi cita-cita negara, mungkin bukan menjadi masalah besar. Karena ketika
seseorang berbisnis maka yang dicari adalah keuntungan, bukan?
Banyaknya kata mungkin yang saya gunakan tidak
terlepas karena keraguan saya dengan semua ini. Bisa jadi saya salah, bisa jadi
ada benarnya juga. Yang terpenting saya sebagai bangsa Indonesia sangat bangga
dengan Rio dan akan terus mendukung, walau hanya dengan ucapan atau doa kepada
Sang Pencipta.
0 komentar:
Posting Komentar