Yang menjadi tuan rumah dalam pertemuan regional
ini adalah Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) di Cirebon. Walaupun
mungkin Cirebon rasanya tidak terlalu jauh dari Jakarta dan saya juga harus
merogoh koceng dari kantong sendiri, semangat melancong ke luar kota Jakarta
tetap terpacu.
Sebenarnya saya sudah didemisioner dari
kepengurusan organisasi saya. Namun berhubung BPH dan pengurus lainnya sedang
melaksanakan Rapat Kerja untuk kepengurusan baru, akhirnya saya, teman saya
Bayu, Mantan Ketua yang baru saja lengser, dan satu pengurus yang diberi mandat
oleh ketua baru berangkat mewakili LKM.
Dengan Kereta Api Ekonomi seharga Rp 75.000, saya
berangkat menuju Cirebon tidak hanya bersama dua teman saya itu, tetapi juga
dengan teman dari UKM lain yang juga berada di ranah penalaran yaitu KPM UNJ.
Kami berangkat dengan kereta yang sama tapi berbeda gerbong. Butuh waktu
sekitar 4 jam perjalanan untuk tiba di stasiun Cirebon Prujankan.
Setibanya di Cirebon, kami menunggu untuk dijemput
oleh teman-teman Unswagati. Begitu jemputan tiba kami pun langsung berangkat
dengan motor menuju kampus III Unswagati. Selama perjalanan kami ditemani oleh
panas sinar matahari yang menyengat. Panasnya sama seperti di Jakarta atau
mungkin sedikit lebih panas?
Di beberapa sudut kota Cirebon, saya merasa
seperti melewati daerah kota Bandung di daerah Konferensi Asia Afrika.
Jalanannya yang cukup lengang dan lebar dikelilingi bangunan seperti pertokoan
dengan nuansa tempo dulu. Pertokoan ini sayangnya banyak yang tutup, tapi saya
juga kurang yakin kalau itu memang toko. Saya tidak sempat menanyakan hal ini
pada teman yang menjemput saya. Hal unik lainnya, di setiap bangunan
pemerintahan di kota Cirebon ini, bentuk pagarnya menyerupai bangunan candi.
Pertemuan ILP2MI
Kami tiba di kampus Unswagati sekitar pukul 12.00.
Sudah ada teman-teman dari UNPAD yang datang. Kami juga disambut baik oleh
teman-teman Unswagati. Awalnya saya khawatir saya akan menjadi wanita paling
cantik dipertemuan ini karena menjadi tamu satu-satunya yang perempuan.
Beruntung panitia dari teman-teman Unswagati banyak yang perempuan dan ada satu
teman perempuan dari Tras Untirta yang menyusul belakangan. Mereka semua sangat
ramah dan menjamu kami dengan baik. Mereka juga langsung menemani saya
berbincang, ketika para lelaki sudah asyik dengan perbincangan mereka.
Saya sangat terkesan dengan keramahan teman-teman
panitia, mereka sangat ramah dan mudah akrab dengan saya. Saya langsung
teringat dengan Ketua Baru LKM yang berasal dari Cirebon. Bisa dibilang mereka
semua hampir mirip dengan Ayu, walaupun tidak bisa dijadikan sebuah streotip.
Pada intinya saya senang berkenalan dengan mereka.
Yang membuat saya semakin senang adalah
terkabulnya doa saya untuk mendapatkan teman baru. Dalam perjalanan menuju Cirebon
saya berdoa dalam hati agar bisa mendapat teman yang dekat seperti saya
mendapatkan Arma, teman baru di Unhas yang masih akrab hingga kini. Nama teman baru
saya di Cirebon ini adalah Icha. Dia orangnya sangat heboh, tapi kehebohannya
membuat saya cepat sekali akrab dengannya. Bahkan hingga kepulangan saya ke
jakarta kami terus berkomunikasi selama satu minggu tanpa putus. Isi
perbincangan kami adalah hal-hal konyol yang membuat saya tidak mau berhenti
berkomunikasi dengannya.
Saat diajak ikut acara ini oleh Bayu, saya punya
ekpektasi berlebih dengan acara ini. Mungkin karena pengalaman LKTI di Makassar,
yang dihadiri oleh banyak kampus. Karena acara ini hanya tingkat regional,
perwakilan kampus yang datang hanya sekitar lima unit dari yang seharusnya ada
tujuh unit. Begitu saya menyadari hal ini saya sedikit kecewa di awal acara
karena saya berharap bisa mengenal lebih banyak lagi teman baru.
Inti diadakannya acara ini adalah untuk
silaturahmi dan mengetahui kegiatan penalaran seperti apa yang dilakukan oleh
teman-teman di ILP2MI Regional II, menyampiakan laporan hasil rapat tingkat
nasional, dan juga untuk membahas kegiatan rutin di Regional II.
Untuk saling mengenal satu sama lain, kita memulai
dengan presentasi kegiatan masing-masing unit. Unit pertama yang memperkenalkan
diri adalah LKM yang diwakili oleh saya dan dilanjutkan dengan tanya jawab.
Ternyata banyak pertanyaan yang diberikan oleh teman-teman Reg II. Saya tidak
menyangka mereka antusias dan penasaran dengan LKM. Mood saya mulai naik.
Presentasi selanjutnya juga tidak kalah seru. Dari
semua kegiatan yang dipaparkan teman-teman Reg II. Saya jadi membandingkan LKM
dengan Organisasi sejenis di kampus lain. LKM memang sudah banting stir untuk
tidak fokus pada karya tulis, tapi lebih ke arah sosial humaniora tanpa
melupakan ranah penalarannya. LKM punya kelebihan dan kekurangan. Begitu juga
dengan mereka. Melalui presentasi ini kita jadi saling belajar satu sama lain
bagaimana mereka belajar dan mengatasi masalah dalam pengembangan diri maupun
dari segi organisasi.
Acara ini semakin menarik ketika kami mulai
berdiskusi untuk menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan Reg II. Pendapat,
sanggahan, masukan atas semua ide dipaparkan di sini, membuat malam di Cirebon
semakin asik setelah perut sudah terisi dengan makan “lesehan”. Hingga akhirnya
kami memutuskan untuk mengadakan diskusi via Whatsapp selama dua minggu
sekali mulai April ini. Sekaligus membuat buletin yang berisi esai yang tebit
selama 3 bulan sekali.
Explore Cirebon
Field Trip. Mungkin ini yang menjadi tujuan utama
mahasiswa “gratisan” ke luar kota, entah dari acara LKTI atau seperti kumpul
Organisasi ini. Jalan-jalan keliling cirebon dan menikmati kuliner khasnya
menjadi hal yang saya tunggu di hari kedua di sini.
Pagi hari di Cirebon, teman-teman Unswagati sudah
menyiapkan saya dan Zahra dari Tras Untirta Nasi Lengko untuk sarapan. Nasi
Lengko ini adalah makanan khas Cirebon yang isinya adalah nasi putih dengan
toge dan tempe yang diberi kecap serta taburan daun. Kalau dilihat dari
tampilannya mungkin mirip seperti makan nasi rames. Tapi rasanya tidak
menyecewakan. Perpaduan rasa kecap dan segarnya toge membuat nasi ini teresa
enak.
Siang harinya setelah sholat dzuhur kami berangkat
menuju Goa Sunyaragi yang tidak jauh dari Kampus III Unswagati. Kami pergi ke
sana bergantian dengan motor yang dijemput bergiliran oleh panitia. Biaya masuk
tempat wisata ini sebesar Rp 10.000 untuk hari minggu. Disediakan payung untuk
berteduh dari panasnya matahari di pintu masuk.
Jangan pernah berharap Goa Sunyaragi seperti Goa
Pindul di Yogyakarta yang bisa kita eksplore goa itu dari dalam. Goa Sunyaragi
ini dari kejauhan tidak mirip seperti Gua. Tapi lebih mirip seperti taman yang
mempunyai banyak tumpukan batu karang yang ada di taman rumah yang biasanya ada
air turun menuju kolam. Namun kalau kita telusuri lebih dalam lagi, goa ini
terdiri dari banyak goa.
Begitu masuk tempat wisata ini, kita akan disambut
oleh panggung dan kursi penonton yang menghadap ke panggung seperti sebuah
panggung teater. Teater ini pada malam minggu biasanya diadakan acara
kebudayaan.
Untuk bisa menjelajahi Goa Sunyaragi, teman-teman
Unswagati yang luar biasa baiknya menyewakan tour guide untuk kami yang
penasaran tentang Goa ini.
Di dekat Goa ada sebuah danau bernama danau Jati
kecil yang berfungsi untuk mengairi Goa-goa di sini, sehingga membuat goa
seolah-olah terapung. Air-air ini nantinya akan ditampung di Goa pesanggrahan
dan diteruskan menuju irigasi pertanian.
Dari namanya sendiri Sunyaragi berasal dari dua
kata, yaitu Sunya berarti sunyi dan ragi berarti raga. Jadi fungsi goa ini
selain untuk beristirahat dan tempat bermain para penghuni keraton juga berfungsi sebagai tempat meditasi.
Bila kita berjalan ke arah kanan setelah melewati
pintu masuk, kita akan melihat ada sebuah rumah di sana. Rupanya rumah ini
dibangun untuk para putra-putri keraton yang ingin beristirahat jika hendak bermain
ke taman sari. Rumah ini sudah
dipugar beberapa kali. Terakhir kali dipugar pada tahun 2014 atas permintaan Sultan.
Goa Sunyaragi sendiri dibangun sejak tahun 1884.
Sedangkan rumah tempat beristirahat ini dibangun 2 Abad setelahnya yaitu
sekitar 1977. Ketika kami berteduh di rumah ini, ada anak-anak kecil yang
sedang belajar tari tradisional menggunakan topeng. Begitu masuk ke rumah ini,
kita tidak akan melihat banyaknya ruangan seperti rumah. Tetapi kita akan
disuguhkan dengan pemandangan kolam dan pepohonan yang teduh.
Ketika berkeliling Goa Sunyaragi, kita akan tahu
makna Goa yang dibangun di sini. Menurut saya goa ini bisa dibilang seperti
kompleks goa karena goa yang dibangun terpisah-pisah dan memiliki namanya
masing-masing. Kebanyakan bangunan Goa ini dihiasi dengan banyaknya batu karang
dan membentuk sebuah karakter tertentu, seperti gambar gajah dan manusia.
Padahal Cirebon terletak di daerah Pantai Utara yang pantainya lebih banyak
mengandung pasir, sedangkan Pantai selatan memiliki banyak batu karang.
Di sekeliling goa terdapat kolam yang mengairi di
bawahnya. Hal lain yang membuat Sunyaragi tampak indah adalah taman-taman di
sekelilingnya. Pepohonan yang teduh hanya ada di pinggiran
taman, sehingga kita harus bisa tahan dengan terik matahari siang jika ingin
berkeliling taman ini. Beruntung pihak tempat wisata menyediakan payung di pintu
masuk secara gratis.
Karena Goa Sunyaragi merupakan warisan budaya dan
agama sejak berabad-abad silam, masih banyak mitos dan legenda yang menyelimuti
goa ini. Di antaranya yang saya ingat adalah mitos memegang salah satu batu
karang di Goa Peteng. Katanya jika perempuan yang masih perawan memang batu
itu, akan lama mendapatkan jodoh. Sayangnya saya baru mendenger mitos
itu dari tour guide setelah saya melewati batu itu. Saya pun tidak menyadari
apakah saya telah memegangnya atau tidak. Tapi apapun itu saya serahkan semua
pada Allah yang mengatur jodoh manusia.
Sekilas melihat
bangunan goa dari luar, mungkin kita akan berpikir bahwa gao itu tidak ada
ruangan atau tempat untuk dijelajahi. Ternyata Goa-goa itu bisa dimasuki dan
memiliki beberapa anak tangga yang akan menghubungkan kita ke bangunan goa
lainnya.
Legenda lainnya
adalah ada goa yang bernama goa cina dan mekkah. Ada cerita panjang dibalik goa
ini. Di goa ini adalah goa telepati
yang memeliki dua lubang. Di sebelah kanan adalah goa telepati yang dapat menembus
Mekkah dan sebelah kiri menembus Tiongkok. Dulu jika ingin berada dalam goa ini
kita tidak boleh berdua atau genap,
tetapi harus ganjil. Jika kita
berdua atau berempat, katanya satu orang akan hilang. Karena sempat ada
kejadian seperti itu, maka goa ini “kesaktiannya” ditutupi agar tidak
memakan korban.
Selesai mengelilingi Goa Sunyaragi. Kami diajak
teman-teman Unswagati menuju Keraton Cirebon sambil menikmati Empal Gentong.
Sayangnya karena waktu kami tidak banyak dan harus mengejar kereta jam 4 sore.
Kami hanya bisa menikmati Empal Gentong dan hanya melihat Kekeratonan dari
luar. Saya tidak terlalu kecewa karena yang terpenting untuk saya saat itu
adalah menikmati Empal Gentong khas Cirebon untuk pertama kalinya. Hanya saja
Empal Gentong yang sama makan isinya lebih banyak jeroan dibanding daging.
Saya melaksanakan sholat dzuhur di masjid raya di
cirebon dekat kompleks kekeratonan yang memiliki keunikan saat sholat Jum’at.
Ada 5 microphone menggantung di depan mimbar. Masjid ini setiap jum’at mengumandangkan
adzan dengan lima mu’adzin bersamaan. Arsitektur masjid ini juga masih sangat
tradisioal dengan menggunakan bangunan kayu. Tempatnya teduh dan nyaman.
Puas mengelilingi kota Cirebon, saya berharap bisa
bermain lagi ke sini dan mengeksplor lebih banyak tempat serta bertemu kembali
dengan teman-teman Unswagati. Saya juga senang melihat cagar budaya yang masih
dirawat untuk kebutuhan pariwisata. Kesan saya dengan cirebon adalah panasnya
kota ini tidak menyurutkan keramahan mereka.
0 komentar:
Posting Komentar