Minggu, 27 September 2015

,

Kepergian Ayah


Tahun 2015 belum usai, tapi rasanya sudah banyak sekali kejadian baik ataupun buruk di tahun ini yang saya alami. Tahun di mana aku tepat berusia 20 tahun. Di Negara Jepang dan Korea, usia 20 Tahun adalah usia menandai kedewasaan mereka. Mereka mulai memasuki dunia perkuliahan, tinggal jauh dari orang tua, bahkan masuk ke club malam.

Di usia 20 tahun ku ini, banyak sekali hal menyedihkan bagiku terjadi. Tepat seminggu setelah hari kelahiranku, aku harus meninggalkan tempat aku dilahirkan dan dibesarkan, yaitu Tangerang dan pindah ke daerah Cisauk, Bogor. Walaupun sebenarnya Cisauk masih dekat dengan Tangerang. Selanjutnya karena ada masalah dengan rumah yang aku tempati di Cisauk itu ayah dan mama menginginkan untuk menetap di kampung halamannya di Jeneponto Makassar sementara dan aku merasakan untuk beberapa saat menjadi anak rantau.

Puncak dari peristiwa di tahun ini adalah kepergian orang yang paling dekat denganku dan paling aku sayang, yaitu ayahku. Ia pergi untuk selamanya tepat di hari ke 100 ia menetap di Makassar (14 September 2015) dan di usianya yang telah menginjak 63 Tahun. Selama 100 hari itu pula aku belum berjumpa lagi dengan ayahku setelah keberangkatannya menuju Makassar. Setelah 100 hari itupun, aku berhasil berjumpa dengan ayahku walau hanya tinggal jasadnya saja. Meskibegitu, aku bersyukur masih bisa melihat ayahku sebelum dimakamkan. Alhamdulillah.


Semua memori dan kenangan bersama ayah langsung muncul merebak bersama air mata ketika mendengar kepergian ayah. Teringat pula pesan-pesannya sebelum kepergiannya, serta penyesalan karena banyak permintaannya yang belum bisa aku wujudkan. Terutama permintaannya untuk dibelikan obat herbal yang aku tunda lantaran tak cukup uang yang kupunya. Padahal kalau saja aku mau memakai sisa uang yang ada atau pun berusaha mencari pinjaman mungkin tidak akan seperti ini jadinya.

Rasanya masih sebentar sekali waktu yang kupunya bersama ayah. Aku ingin sekali melihat ayah sembuh dan bisa berjalan-jalan bersama lagi seperti waktu aku masih SD dulu. Aku ingin saat wisudaku nanti, ada ayah dan mama yang menghadiri dan bisa foto bersama. Dan ketika aku menikah nanti ada ayah yang menjadi wali nikahku dan membacakan ijab qabul bersama calon suamiku nanti.

Namun, sekarang tidak ada lagi ayahku yang selalu memelukku sambil menangis dan bersyukur karena aku pulang setelah 5 hari di kosan dan di kampus. Tidak ada lagi ayah yang selalu membanggakanku, anak satu-satunya di depan teman-temannya. Tidak ada lagi ayah yang selalu berdzikir siang dan malam untuk mendoakan aku agar sukses di dunia dan akhirat. Tidak ada lagi ayah yang selalu memanggil namaku dan menelponku setiap saat aku jauh dengannya.

Inilah rencana Allah untuk ayahku, aku dan ibuku. Allah-lah yang berhak atas diri ayahku. Aku teringat doa ayahku “Ya Allah, jangan pisahkan aku dengan ankkku”. Ayah dan aku mungkin saling menyayangi dan tak ingin berpisah, tapi Allah jauh lebih sayang pada ayah yang sudah menderita sakit stroke ringan selama enam tahun, ditambah komplikasi sakit jantung dan mag. Allah ingin menghilangkan menyakitnya dan semoga Allah menempatkan ayahku di surga-Nya bersama Rasulullah SAW dan para sholihin.

Kini yang ayahku butuhkan hanyalah doa. Doa, lantunan Qur’an dan sedekah yang pahalanya dihadiahkan untuk ayah yang bisa aku lakukan dan berusaha mewujudkan keinginan yang pernah ayah sampaikan untukku. Harta berhargaku saat ini tinggallah ibuku yang harus aku jaga dan kubahagiakan. Sekarang hanyalah ridho dan doanya yang aku harapkan. 

Aku yakin, every cloud has a silver lining. Setiap masalah pasti ada jalan keluar. Semua cobaan yang Allah berikan tahun ini pasti ada hikmah dan ada rencana indah yang Allah siapkan untuk aku dan ibuku. Tahun 2015 belum berakhir. Semoga akhir dari tahun ini akan berbuah manis.

0 komentar:

Posting Komentar