Sabtu, 25 April 2015

,

Resensi The Atlantis Gene: Fantasi dalam Sejarah dan Ilmiah

Tema Atlantis sedang asik-asiknya diperbincangkan. Apalagi kabarnya Indonesia merupakan salah satu bagian dari negeri tersebut. Negeri yang menurut Plato hilang karena gempa bumi dan banjir besar. Atlantis menjadi semakin menarik ketika A.G. Riddle menulisnya ke dalam sebuah novel fiksi pertamanya yang diceritakan dengan gabungan thriller action dan sejarah ilmiah.

Kisah dalam novel The Atlantis Gene (Gen Manusia Atlantis) dimulai dengan prolog yang menceritakan tentang ditemukannya sebuah kapal selam U-Boat milik Nazi di Antartika dan ikuti dengan penemuan sebuah bangunan yang ada di bawah kapal selam tersebut. Bangunan tersebut adalah bangunan yang selama ini mereka cari, tetapi Riddle rupanya ingin membuat para pembaca penasaran dengan tidak menceritakan bangunan apa yang mereka temukan dan apa identitas para penemu itu sebenarnya.

Novel ini membagi cerita ke dalam tiga bagian berdasarkan latar tempatnya. Jakarta Membara menjadi bagian pertama. Tidak heran jika gambar Monas dan gambar kobaran api menjadi inspirasi desain sampul novel yang diterjemahkan oleh Ahmad Alkadri ini. Penculikan dua anak autis dari laboratorium milik Dr. Kate Warner dan pemboman yang terjadi di Stasiun Manggarai memulai cerita thriller dengan aksi laga yang digambarkan sengan sangat apik dan rinci oleh penulis.

Riddle menggambarkan kota Jakarta sebagai ibukota yang macet sesuai dengan realita masa kini. Namun ada sedikit keganjalan kecil. Setting waktu dalam novel ini adalah tahun 2013, tetapi ia masih menggambarkan suasana stasiun Manggarai dan penumpang kereta seperti tahun 2000-an sebelum diberlakukannya larangan duduk di atap kereta api. “Remaja dan penumpang yang masih muda duduk di atap kereta, berjongkok atau meluruskan kaki, membaca koran, memainkan ponsel, dan mengobrol,” kata Riddle.

David Vale adalah salah seorang agen dari Menara Jam, sebuah organisasi anti teroris yang memberikan perlindungan untuk menjaga dunia. Organisasi ini mirip seperti CIA, namun keberadaannya dirahasiakan dari pemerintah. David merasa bahwa organisasi ini telah disusupi oleh Immari yakni sebuah perusahaan yang berkonspirasi untuk menjatuhkan dunia. Kejadian 9/11 di kota New York menabraknya pesawat ke menara kembar WTC diduga David adalah ulah dari perusahaan Immari tersebut.

Orang-orang di dalam organisasi Menara Jam jusrtru mengejar David Vale karena menyangka bahwa ia adalah penyusup dalam organisasi tersebut. David pun harus melarikan diri dari kejaran mereka dan disaat yang sama ia juga harus menyelamatkan Kate dari kepolisian yang kemudian ditangkap oleh orang-orang Immari bagaikan seorang tersangka. Padahal mereka adalah orang-orang yang membiayai penelitian Kate tentang anak-anak autisme di Indonesia.
Riddle sangat detail dalam menggambarkan setiap adegan aksi thriller tembak-tembakan dan kejar-kejaran dalam bagian ini. Latar tempatnya tentu masih di Kota Jakarta. Dalam sampul dituliskan bahwa novel ini akan segera diangkat ke layar lebar. Jika itu memang lokasi yang akan digunakan nantinya adalah di Jakarta, entah di lokasi mana film ini akan dilakukan. Mengingat Jakarta adalah kota yang padat.

Novel ini terdiri dari 144 bab. Jumlah bab yang banyak ini tidak akan terasa karena cerita dalam setiap babnya ditulis secara singkat. Hal menarik lainnya dari buku ini adalah pemaparan sejarah tentang keberadaan manusia dan spesies-spesies manusia lainnya yang ada di bumi pada ratusan ribu tahun lalu seperti Neanderthal, Hobbit, dan Denisovan yang dijelaskan secara ilmiah melalui dialog antar tokoh.

Immari ingin melakukan pemusnahan manusia untuk mengurangi jumlah populasi manusia yang ada saat ini dengan menggunakan Protokol Toba agar Lompatan Besar ini terjadi. Meletusnya Gunung Toba di Indonesia menghasilkan debu yang menutupi matahari di banyak tempat di dunia sehingga terjadi musim dingin vulkasnis selama bertahun-tahun. Perubahan ini yang mengakibatkan Lompatan Besar jumlah populasi manusia yang semula berjumlah 200.000 menjadi hanya 10.000.

Ketegangan yang terjadi ketika Kate dan David berhasil melarikan diri dari kejaran orang-orang Immari Jakarta untuk menyelamatkan kedua anak autis Kate yang diculik di Immari Tibet, Tiongkok, mengantarkan kita pada bagian kedua yang mengambil latar tempat di Dataran Tinggi Tibet, Tiongkok. Kate dan David berhasil masuk ke dalam Pusat Riset Immari di Tiongkok dengan menggunakan ID karyawan di sana dengan bantuan seseorang yang ingin menyelamatkan dunia dari Immari.

Di sini Kate berhasil bertemu dengan kedua anak autis tersebut, namun sayangnya mereka harus terpisah kembali karena diketahui oleh orang-orang Immari. Sebagai balasannya Kate dimasukan ke dalam sebuah ruangan yang terdapat Lonceng yang mampu mengeluarkan getaran yang sangat kuat hingga membuat darah seseorang meledak. Lonceng ini kabarnya merupakan senjata rahasia yang digunakan oleh Nazi.

Banyak manusia yang dijadikan bahan percobaan untuk Lonceng ini. Semua manusia yang dimasukkan ke dalam ruangan tersebut tewas, tetapi Kate dan dua anak autisnya justru tetap selamat. Hal inilah yang membuat Immari penasaran penelitian apa yang digunakan oleh Kate kepada dirinya dan dua anak autisnya hingga mereka bisa selamat karena mereka ingin menggunakannya untuk melaksanakan Protokol Toba.

Kate dan David hampir saja mati ketika terjadi ledakan di Pusat Riset akibat Lonceng ini. Namun akhirnya mereka terselamatkan oleh bantuan para biksu yang tinggal di pengunungan Tibet. Mereka menetap beberapa waktu sampai keadaan David pulih akibat tembakan yang terjadi di pusat riset. Di sinilah mereka menemukan tujuan Immari melalui jurnal milik Patrick Pierce yang dititipkan kepada kepala biksu bernama Qian.

Di dalam bagian ini cerita didominasi oleh tulisan dari jurnal tahun 1917 yang cukup panjang dan membosankan. Saya sendiri rasanya ingin buru-buru ingin mengetahui kejadian di tahun 2013. Namun catatan jurnal ini sayang untung dilewatkan karena berisi sejarah tentang perjalanan hidup Patrick dengan Immari yang sangat rinci dan memiliki hubungan yang sangat mengejutkan pada bagian berikutnya.

Pada bagian terakhir, Riddle mengajak kita untuk mengetahui gambaran Atlantis melalui jurnal dan petualangan Kate dan David. “Kami percaya ini adalah Atlantis. Kota yang diceritakan Plato. Lokasinya Tepat. Plato mengatakan Atlantis berada di tengah Samudra Atlantik, dan bahwa Atlantis adalah pulau yang menghadap selat menuju Pilar Herkules,” Craig menjelaskan kepada Patrick ketika dibujuk untuk terus menggali terowongan yang menurutnya adalah pintu gerbang untuk memasuki Atlantis.

Pintu gerbang tersebut adalah Gibraltar yang berada di Spanyol. Batu Gibraltar ini adalah salah satu Pilar Herkules dan menjadi jalan menuju benua-benua lainnya. Dari lokasi tersebut terdapat struktur ganjil yang sedang digali oleh Immari yang dijelaskan melalui jurnal yang dibaca Kate dan David. Dari penelusuran proyek struktur di Gibraltar tersebut Immari menemukan Lonceng lainnya yang ketika diangkat ke daratan menyebabkan terjadinya wabah Flu Spanyol yang menewaskan banyak orang.

Banyak sekali kejutan-kejutan yang disajikan pada akhir bagian ini. Seperti keterkaitan antara para tokoh di dalam jurnal milik Patrick Pierce dan tokoh saat cerita berlangsung. Kita juga akan tahu alasan kenapa Kate dan dua anak autisnya bisa selamat dari getaran Lonceng. Siapa seseorang yang membantu Kate dan David untuk bisa sampai ke Tibet. Pada intinya pertanyaan yang timbul saat membaca novel ini dari awal akan terjawab di bagian akhir ini.

Riddle sangat apik menggabungkan unsur sejarah, ilmiah, dan fantasi ke dalam novel pertamanya. Saya sendiri pada awalnya sulit untuk membedakan antara sejarah dan penjelasan ilmiah yang sesungguhnya dengan cerita fiksi yang dibuat Riddle. Saya hampir percaya dengan kemungkinan yang diungkapkan salah satu tokoh bahwa anak autis bisa berevolusi di masa depan sebagai bangsa yang dapat membantai manusia. Namun begitu tiba di akhir cerita, saya pun mengerti bagian mana yang berupa fantasi karena ada banyak hal yang tidak logis jika memang itu adalah sebuah sejarah atau bentuk ilmiah.

0 komentar:

Posting Komentar