Perkembangan zaman yang semakin
modern secara tak sadar menuntut manusia untuk hidup lebih mudah. Alat-alat
teknologi canggih yang hadir dari zaman ke zaman telah memudahkan kehidupan
manusia dari kerepotan penggunaan alat-alat masa lalu. Tak
terkecuali perkembangan uang kertas setelah masa peralihan dari sistem barter
dan uang logam.
Uang kertas dinilai lebih efisien
dan memudahkan manusia dalam bertransaksi untuk kebutuhan sehari-hari. Mudah
dibawa kemanapun dan lebih aman dari tindak kejahatan disbanding jika kita
menggunakan uang logam yang terdiri dari koin emas dan perak.
Namun dibalik kemudahan tersebut
apakah sebenarnya uang kertas memang telah memberikan keuntungan untuk
kehidupan kita? Atau justru karena uang kertas justru membuat hidup kita
menjadi sengasara lantaran makin hari harga kebutuhan pokok semakin mahal.
Untuk mengetahui hal itu kita perlu tahu rahasia dibalik hadirnya uang kertas.
Dalam buku Satanic Finance,
A. Riawan Amin memberikan ilustrasi munculnya uang kertas dengan kisah dua suku
di Pulau Baya, yaitu Suku Sukus dan Suku Takus. Saat itu Suku Sukus adalah suku
yang makmur, memiliki emas sebagai hasil tambangnya dan sebagai alat tukar, dan
hidup saling menolong. Sedangkan suku Takus tidak semakmur suku Sukus dan
mereka masih menjadikan sistem barter sebagai alat tukarnya. Sama halnya dengan
suku Sukus mereka juga hidup dengan saling menolong.
Kemudian datanglah agen setan
wujud manusia bernama Sago dan Gago di suku Sukus. Mereka mencoba
memperkenalkan uang kertas kepada mereka dengan dalih bahwa bahwa penggunaan
uang kertas jauh lebih efisien daripada uang logam dan hanya dengan modal mesin
cetak mereka bisa membuat uang sebanyak-banyaknya. Mereka tak perlu berjalan
dengan bunyi kemerincing koin yang mampu mengundang kejahatan.
Usaha Gago dan Sago pun berhasil,
masyarakat suku Sukus pun tergiur untuk menukarkan 100.000 koin emasnya dengan
100.000 uang kertas tak bernilai itu. Untuk menghindari kecurigaan mereka
berdua berkata bahwa masyarakat suku Sukus dapat menukarkan uang kertasnya
dengan koin milik mereka jika diperlukan.
Suku Takus yang mendengar hal itu
juga ingin memiliki uang kertas. Maka Sago pun memberikan pinjaman 100.000
lembar uang kertas karena suku Takus tak memiliki koin emas seperti suku Sukus.
Namun mereka harus megembalikan uang tersebut di tahun depan dengan tambahan
100 lembar uang kertas dengan alasan sebagai kompensasi karena telah membantu
meminjamkan.
Semakin hari uang menjadi alat
tukar yang menggirukan dan penggunaan koin emas mulai ditinggalkan. Perubahan
kehidupan pun terjadi karena banyak di antara mereka yang tak mampu
mengembalikan uang kertas padahal mereka telah bekerja keras untuk mendapatkan
uang. Bahkan mereka yang pada mulanya saling menolong antar sesama, semakin tak
peduli dengan tetangganya. Hingga akhirnya kedua suku tersebut menjadi miskin
dan Gago beserta Sago menjadi kaya raya di Pulau mereka.
Hal tersebut terjadi karena uang
yang beredar di masyarakat dan kemampuan pengembalian uang tersebut tidak
setara. Uang yang beredar saat itu adalah 100.000 dengan pembagian satu kepala
keluarga sebanyak 1000 lembar uang kertas. Sedangkan,ereka harus mengembalikan
uang sebanyak 1100 dengan tambahan kompensasi 100 lembar uang kertas. Maka uang
yang seharusnya beredar sejumlah 110.000 lembar. Tentu di antara mereka ada
yang tidak bisa membayar hutang tersebut.
Sedangkan bagi mereka yang tak
bisa mengembalikan uang tersebut akan mengambil rumah dan sawah milik mereka.
Maka jadilah Gago dan Sago menguasai kedua suku tersebut. Tak hanya dalam hal
ekonomi, tapi juga dalam hal kebudayaan dan pemerintahan karena disaat
masyarakat suku Sukus dan Takus menjadi miskin mereka tak punya kendali apapun
sehingga menjadi budak kedua agen tersebut.
Dengan melihat ilustrasi
tersebut, uang kertas ternyata telah mengubah kehidupan yang semula saling
tolong menolong menjadi sistem kapitalis dan mengubah negeri tersebut hingga ke
akar. Padahal uang kertas tak memiliki nilai instrinsik yang sama dengan nilai
nominal yang terdapat dalam kertas. Uang kertas pun dapat dengan mudah dicetak
sebanyak mungkin tergantung keinginan pernguasa.
Uang kertas yang dinilai lebih
efisien justru hanya berlaku jika pemerintahan pada suatu negara sedang berkuasa.
Jika pemerintahan itu runtuh maka tinggallah uang kertas hanya menjadi lembaran
kertas yang tak berarti. Berbeda dengan uang logam, jika pemerintah tersebut
telah berakhir, uang logam masih tetap berlaku karena ia bergantung pada pasar
bukan pemerintahan.
Kelemahan penggunaan uang kertas
yang vital adalah terjadinya laju inflasi yang menyebabkan harga-harga
kebutuhan pokok melambung tinggi akibat terlalu banyak uang yang beredar. Alhasil,
makin banyak orang yang tersiksa akibat harga kebutuhan pokok yang tinggi namun
penghasilan mereka justru tak tinggi-tinggi.
Contohnya saja, kenaikan kenaikan
harga BBM (Bahan Bakar Minyak) bulan juni lalu dengan tujuan agar mampu menekan
angka inflasi malah menambah tekanan inflasi menjadi di atas 1%. Padahal
berdasarkan perhitungan BPS, bulan juni tahun sebelumnya hanya di bawah 1%.
Sedangkan koin emas dan perak
memiliki nilai yang selalu stabil dan tak pernah inflasi. Namun saat ini
penggunaan uang tersebut hanya sebatas penyimpanan harta kekayaan dan sebagai
alat investasi saja.
Dibahas dalam Kajian Pilihan
Lembaga Kajian Mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta
Rabu, 25 September 2013 17.15 WIB
0 komentar:
Posting Komentar