Minggu, 29 September 2013

Uang Kertas, Menguntungkan atau Merugikan?

Perkembangan zaman yang semakin modern secara tak sadar menuntut manusia untuk hidup lebih mudah. Alat-alat teknologi canggih yang hadir dari zaman ke zaman telah memudahkan kehidupan manusia dari kerepotan penggunaan alat-alat masa lalu. Tak terkecuali perkembangan uang kertas setelah masa peralihan dari sistem barter dan uang logam.

Uang kertas dinilai lebih efisien dan memudahkan manusia dalam bertransaksi untuk kebutuhan sehari-hari. Mudah dibawa kemanapun dan lebih aman dari tindak kejahatan disbanding jika kita menggunakan uang logam yang terdiri dari koin emas dan perak.

Namun dibalik kemudahan tersebut apakah sebenarnya uang kertas memang telah memberikan keuntungan untuk kehidupan kita? Atau justru karena uang kertas justru membuat hidup kita menjadi sengasara lantaran makin hari harga kebutuhan pokok semakin mahal. Untuk mengetahui hal itu kita perlu tahu rahasia dibalik hadirnya uang kertas.


Dalam buku Satanic Finance, A. Riawan Amin memberikan ilustrasi munculnya uang kertas dengan kisah dua suku di Pulau Baya, yaitu Suku Sukus dan Suku Takus. Saat itu Suku Sukus adalah suku yang makmur, memiliki emas sebagai hasil tambangnya dan sebagai alat tukar, dan hidup saling menolong. Sedangkan suku Takus tidak semakmur suku Sukus dan mereka masih menjadikan sistem barter sebagai alat tukarnya. Sama halnya dengan suku Sukus mereka juga hidup dengan saling menolong.

Kemudian datanglah agen setan wujud manusia bernama Sago dan Gago di suku Sukus. Mereka mencoba memperkenalkan uang kertas kepada mereka dengan dalih bahwa bahwa penggunaan uang kertas jauh lebih efisien daripada uang logam dan hanya dengan modal mesin cetak mereka bisa membuat uang sebanyak-banyaknya. Mereka tak perlu berjalan dengan bunyi kemerincing koin yang mampu mengundang kejahatan.

Usaha Gago dan Sago pun berhasil, masyarakat suku Sukus pun tergiur untuk menukarkan 100.000 koin emasnya dengan 100.000 uang kertas tak bernilai itu. Untuk menghindari kecurigaan mereka berdua berkata bahwa masyarakat suku Sukus dapat menukarkan uang kertasnya dengan koin milik mereka jika diperlukan.
Suku Takus yang mendengar hal itu juga ingin memiliki uang kertas. Maka Sago pun memberikan pinjaman 100.000 lembar uang kertas karena suku Takus tak memiliki koin emas seperti suku Sukus. Namun mereka harus megembalikan uang tersebut di tahun depan dengan tambahan 100 lembar uang kertas dengan alasan sebagai kompensasi karena telah membantu meminjamkan.

Semakin hari uang menjadi alat tukar yang menggirukan dan penggunaan koin emas mulai ditinggalkan. Perubahan kehidupan pun terjadi karena banyak di antara mereka yang tak mampu mengembalikan uang kertas padahal mereka telah bekerja keras untuk mendapatkan uang. Bahkan mereka yang pada mulanya saling menolong antar sesama, semakin tak peduli dengan tetangganya. Hingga akhirnya kedua suku tersebut menjadi miskin dan Gago beserta Sago menjadi kaya raya di Pulau mereka.

Hal tersebut terjadi karena uang yang beredar di masyarakat dan kemampuan pengembalian uang tersebut tidak setara. Uang yang beredar saat itu adalah 100.000 dengan pembagian satu kepala keluarga sebanyak 1000 lembar uang kertas. Sedangkan,ereka harus mengembalikan uang sebanyak 1100 dengan tambahan kompensasi 100 lembar uang kertas. Maka uang yang seharusnya beredar sejumlah 110.000 lembar. Tentu di antara mereka ada yang tidak bisa membayar hutang tersebut.

Sedangkan bagi mereka yang tak bisa mengembalikan uang tersebut akan mengambil rumah dan sawah milik mereka. Maka jadilah Gago dan Sago menguasai kedua suku tersebut. Tak hanya dalam hal ekonomi, tapi juga dalam hal kebudayaan dan pemerintahan karena disaat masyarakat suku Sukus dan Takus menjadi miskin mereka tak punya kendali apapun sehingga menjadi budak kedua agen tersebut.

Dengan melihat ilustrasi tersebut, uang kertas ternyata telah mengubah kehidupan yang semula saling tolong menolong menjadi sistem kapitalis dan mengubah negeri tersebut hingga ke akar. Padahal uang kertas tak memiliki nilai instrinsik yang sama dengan nilai nominal yang terdapat dalam kertas. Uang kertas pun dapat dengan mudah dicetak sebanyak mungkin tergantung keinginan pernguasa.

Uang kertas yang dinilai lebih efisien justru hanya berlaku jika pemerintahan pada suatu negara sedang berkuasa. Jika pemerintahan itu runtuh maka tinggallah uang kertas hanya menjadi lembaran kertas yang tak berarti. Berbeda dengan uang logam, jika pemerintah tersebut telah berakhir, uang logam masih tetap berlaku karena ia bergantung pada pasar bukan pemerintahan.

Kelemahan penggunaan uang kertas yang vital adalah terjadinya laju inflasi yang menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi akibat terlalu banyak uang yang beredar. Alhasil, makin banyak orang yang tersiksa akibat harga kebutuhan pokok yang tinggi namun penghasilan mereka justru tak tinggi-tinggi.

Contohnya saja, kenaikan kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) bulan juni lalu dengan tujuan agar mampu menekan angka inflasi malah menambah tekanan inflasi menjadi di atas 1%. Padahal berdasarkan perhitungan BPS, bulan juni tahun sebelumnya hanya di bawah 1%.

Sedangkan koin emas dan perak memiliki nilai yang selalu stabil dan tak pernah inflasi. Namun saat ini penggunaan uang tersebut hanya sebatas penyimpanan harta kekayaan dan sebagai alat investasi saja. 

Dibahas dalam Kajian Pilihan 
Lembaga Kajian Mahasiswa 
Universitas Negeri Jakarta
Rabu, 25 September 2013 17.15 WIB

0 komentar:

Posting Komentar