Minggu, 08 September 2013

Petualangan Kesasar

Hari ini begitu bergelora seceria suasana hati seorang gadis yang akan memulai petualangan baru dalam hidupnya. Matahari pagi ini bersinar seakan ikut menyambut perjalanan gadis ini.  Tak mau kalah kicauan burung pun ikut mengiringi langkahnya. Impiannya untuk menjelajahi dunia yang diawali dengan menginjakkan kaki di pulau-pulau negara tempat ia tinggal di mulai hari ini.

Di mulai dari yang terdekat dan yang terjangkau oleh kantong mahasiswanya. Perjalanan ala backpacker mengelilingi bumi nusantara.

Lisa, gadis berkerudung yang punya impian untuk mengelilingi dunia ini ingin memulai petulangannya selama libur kuliah di semester 3. Selama di semester 3 inilah ia sisihkan uang sakunya untuk mengawali impian besarnya ini dengan menyusuri kota-kota di Indonesia terlebih dahulu, terutama di Pulau Jawa.

Gadis yang lahir dari keluarga sederhana ini tak muluk-muluk untuk bisa langsung ke luar negeri karena baginya Indonesia memiliki banyak keindahan alam dan budaya yang harusnya dikunjungi terlebih dahulu. Sehingga ketika ia berada di negeri orang nanti, ia bisa ceritakan kepada mereka bahwa negerinya begitu indah, tak kalah dengan negeri mereka.

Perjalanan pertama Lisa dimulai dari kota terdekat dari tempat kelahirannya, yaitu Bandung. Bukan karena ia belum pernah ke Bandung, tetapi karena ia mengunjungi teman dekatnya sewaktu di SMA yang berkuliah di sana dan juga ingin mengunjungi pamannya yang tinggal di sana. Ia manfaatkan keberadaan teman dan pamannya di kota Lembang itu sebagai tempat bermalam gratis.

Lisa hanya 3 malam 4 hari berada di Bandung. Satu malam ia habiskan menginap di tempat kost sahabatnya, Vina. 2 malam setelahnya ia bermalam di rumah pamannya. Selama di Bandung, ia tidak mengunjungi tempat rekreasi atau tempat bersejarah. Untuk perjalannanya pertama ini ia hanya ingin merasakan atmosfer mahasiswa di Bandung dan suasana perumahan di kota ini.

Perjalanannya ini memang bukan utnuk berjalan-jalan menikmati hal-hal menarik di dalam kota. Melainkan ada misi dari kegagalan impiannya di masa lalu.

Setelah ia merasa cukup berada di Kota Bandung, ia segera pamit kepada Pamannya untuk melanjutkan perjalanannya Ke Jawa Timur. Dari Jawa Barat ia langsung bertolak ke Jawa Timur bukan tanpa alasan. Ia ingin ke suatu tempat yang telah ia impikan sejak lama. Yaitu sebuah pesantren yang cukup tersohor seantero negeri karena para santri dan santriwatinya yang bisa menguasai dua bahasa asing. Bahasa Arab dan Inggris.
Sejak SD dan SMP ia berharap bisa bersekolah di pesantren namun orang tuanya tak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkannya di sana. Akhirnya ia melanjutkan sekolahnya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).

Pagi ini, Lisa akan pamit kepada Pamannya untuk berangkat ke sana. “Paman, Lisa mau pamit ya,” kata Lisa sambil mengeluarkan ranselnya dari kamar.

“Loh, cepat sekali, kamu ga betah di sini?” Pamannya yang asik menonton tv langsung membalikkan badannya ketika mendengar suara Lisa.

“betah kok, Paman. Cuma Lisa mau pergi ke Ngawi mau ke Pesantren Darul Hikmah,” Jawab Lisa.

“Kamu mau Ngapain di sana? Memangnya boleh kamu menginap disana bukan sebagai santriwati?”

“Boleh, Lisa nantinya datang sebagai tamu di sana. Lisa mungkin hanya 3 hari saja, Paman.”

“Kamu sudah bilang orang tuamu belum?”  tanya pamannya memastikan.

“Sudah Paman, mereka sudah izinkan Lisa untuk pergi kok.”

“Yasudah kalau begitu yang penting kamu jaga diri dan hati-hati selama di perjalanan. Jangan sungkan hubungi paman kalau ada apa-apa ya. Ini untuk di perjalanan,” Ucap Pamannya seraya memberikan uang untuk Lisa. Awalnya Lisa sempat menolak karena ia tak enak hati untuk mengambilnya dan karena ia merasa sudah merepotkan pamannya selama di Bandung. Tapi karena pamannya memaksa akhirnya uang itu ia terima juga.

Lisa melanjutkan perjalanan. Ditemani pamannya yang akan mengantarnya ke Terminal Leuw Panjang dengan motor. “Kamu nanti naik bus apa?” pamannya bertanya sambil terus mengen-darai motor. “Naik bus Rosalina Indah tujuan Magetan, Paman. Kata teman nanti busnya lewat pesantren dan bisa langsung turun di depannya,” jawab Lisa.

Tiba di terminal Lisa langsung membeli tiket tujuan Magetan untuk hari itu juga. Beruntunga ia mendapat bus yang lima menit lagi akan berangkat karena satu penumpang yang memba-talkan keberangkatnya tadi pagi.
Segera ia menuju bus yang akan mengantarnya menuju pesantren impiannya. Bus melaju, ia pun melambaikan tangannya ke arah pamannya yang setia menunggu sambil bus itu berlalu. Lisa tak bisa berhenti tersenyum ia senang telah mengunjungi Vina dan Paman tersayangnya. Terlebih perjalanan selanjutnya yang begitu ia nantikan.

Bus terus melaju dengan kecepatan sedang. Melewati jalan tol yang tidak terlalu ramai. Pemandangan di jalan pun begitu menyegarkan mata Lisa. Dilihatnya sawah yang terbentang luas. Betapa ia bersyukur karena bisa melihat sawah yang hijau. “Semoga sawah-sawah ini tetap menjadi sawah dan tak akan ada bangunan yang akan menggantikan keindahan hijau ini,” Lisa membatin. Tak hanya sawah, hutan-hutan pun ia lewati.

Perjalanan Lisa membutuhkan waktu sehari semalam untuk mencapai tempat tujuannya. Ia habiskan waktu selama di perjalanan dengan membaca buku dan mendengarkan musik. Tak terasa dalam waktu tiga jam ia akan sampai. Tapi semakin mendekati tujuan justru rasa kantuknya baru muncul. Memang semalaman ia sulit memejamkan mata karena terlalu berse-mangat dengan perjalanannya itu. Namun tak hanya semangat, ketika melewati hutan ia sulit tidur karena merasa ada sesuatu hal yang aneh.

Akhirnya terpejamlah mata Lisa. Bus pun terus melaju.

Seorang laki-laki menguncangkan pelan badan Lisa, seraya berkata, “Mba, bangun sudah sampai.” Lisa pun terbangun dan melihat bahwa langit sudah cerah bertanda ini sudah pagi. Ia pun terhenyak ketika mendapati dirinya sudah berada di Terminal. Laki-laki yang membangunkan Lisa pun langsung pergi ketika ia terbangun. Lisa kaget bukan kepalang lantaran ia berada di terminal, berarti ia berada di Magetan saat ini.Kota Ngawi yang menjadi tujuannya sudah pasti telah terlewat.

“Bapak kalau dari sini mau ke Ngawi, jauh ya pak?” tanya Lisa kepada Kondektur bus yang tadi ia tumpangi.

“Jauh Mba, sekitar 3 jam. Tadi kenapa tidak turun di Ngawi? Padahal tadi saya sudah teriaki loh Mba” tanya pak Kondektur itu.

“Saya ketiduran tadi, Pak. Kira-kira kalau ke sana naik bus apa ya?”

“Naik bus ini saja, Mba,” jawab Pak Kondektur itu sambil menunjuk bus besar bewarna kuning.

“Terima kasih ya, Pak,” Lisa pun berlalu menuju bus yang ditunjuk Pak Kondektur tadi. Namun dilihatnya tak ada sopir di sana dan hanya 2 orang penumpang yang duduk terpisah. Ia berpikir bahwa mungkin saja bus ini sedang ngetem menunggu penumpang hingga terisi penuh. Karena ia tak mau menunggu terlalu lama di dalam bus, ia memutuskan untuk pergi mencari makanan untuk sarapan.

Ia pun memilih bubur ayam untuk sarapannya. Ketika ia mengeluarkan dompet tiba-tiba seorang lelaki berkulit coklat datang menghampirinya. Lalu ia rebut dompetnya yang berada di tangannya itu. Ia pun langsung berteriak dan orang-orang sekitar sontak langsung berlari mengejar pencopet itu.

Namun rejeki tidak berpihak pada Lisa saat ini. Para pengejar copet itu gagal mengejarnya. Alhasil, ia tak memiliki uang untuk melanjutkan perjalananya ke Ngawi. Dengan penuh perasaan sedih, ia berjalan menuju musholla terminal.

Ia duduk di teras Musholla sambil menangis karena uang dan handphone berada di dalam dompetnya itu. Seorang gadis kecil pun menghampirinya. “Kakak kenapa?” tanya gadis itu dengan logat jawa yang kental sambil duduk di sebelah kirinya. “Dompet kakak tadi dicopet, dek,” jawab Lisa seraya menyeka air matanya.

“Kakak jangan sedih ya ka. Nanti pasti Allah ganti,” gadis polos ini mencoba menghibur Lisa dan ia pun hanya bisa tersenyum. “Namamu siapa, dek?” tanya Lisa. “Rima, kalau kakak?” “Nama kakak Lisa.”

“Kakak ikut aku yuk, ketemu guru ngaji aku. Siapa tau ibu guruku bisa membantu kakak,” ajak Rima. Dengan agak ragu Lisa akhirnya mengikuti ajakan gadis kecil berkulit sawo matang ini.

Setelah berjalan agak jauh , akhirnya mereka tiba di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari bilik bambu. Rumah sederhana ini tidak memiliki tapi di sebelah kanan rumah itu terdapat pohon mangga yang cukup besar. Mereka berduapun mengetuk pintu setelah melewati pagar.

Keluarlah seorang wanita cantik berkulit putih menggunakan jilbab merah marun. “Eh ada Rima, Rima sama siapa?” sambut wanita ini setelah melihat Rima dan Lisa berada di hadapannya.

“Ini Kak Lisa, bu. Tadi kakak ini dompetnya kecopetan di terminal,” jelas Rima.

“Astaghfirullah, mari masuk dulu kalau begitu,” ajak Ibu Guru.

Setelah duduk, Lisa pun menceritakan mengapa dirinya bisa sampai di Magetan dan akhirnya kecopetan. Ibu Guru itu pun akhirnya menyuruh Lisa untuk bermalam beberapa hari di rumahnya. Lisa pun tak ada pilihan lain karena ia tidak mempunyai sepeser uang untuk kembali ke rumah.

“Ibu Guru ini mengajar di tempat Rima bersekolah ya?” tanya Lisa penasaran karena ketika ia tanya pada Rima, ia tak mau memberitahu, biar Ibu Guru yang cerita saja katanya.

“Memang Rima tadi tidak cerita toh?” tanya ibu Guru dengan logat jawa yang hampir mirip dengan Rima. “Dia tidak mau bu, katanya biar ibu saja yang cerita,” jelas Lisa sambil tertawa.

“Dasar Rima ini,” tawa ibu Guru sambil membelai kepala Rima yang duduk di sebelah kirinya. “Ibu sebenarnya tidak mengajar di sekolah. Ibu ini dulu pindah dari kecamatan sebelah dan memutuskan untuk mengaji Rima dan teman-temannya di sini. Tapi karena ibu tahu ternyata mereka belum bisa baca dan tulis, saya memutuskan untuk mengajar mereka baca dan tulis di balai desa. Tidak hanya anak-anaknya saja, orang tua mereka juga ada yang ikut belajar bersama. Dan mereka lebih senang memanggil saya dengan sebutan Ibu Guru” jelas ibu Guru.

“kalau begitu, bolehkah saya ikut membantu ibu mengajar mereka selama saya di sini?” tanya Lisa bersemangat. “Oh, tentu boleh, ibu justru senang sekali ada yang membantu,” jawab Ibu Guru gembira. “Nanti sore kamu bisa ikut ibu ke balai desa untuk mulai mengajar,” lanjut Ibu Guru

Wajah Lisa yang tadi sedih akibat kecopetan, berubah menjadi cerah karena ia bisa membantu Ibu Guru untuk mengajar warga desa setempat. Lisa memberanikan diri untuk meminta tolong Ibu Guru untuk menghubungi orang tuanya bahwa ia sudah sampai di Jawa Timur. Ia tidak mau menceritakan apa yang terjadi pada dirinya, khawatir orang tuanya akan mencemaskannya. Ia pun berpesan bahwa selama beberapa hari ke depan ia tidak bisa dihubungi dengan alasan handphone selama berada di Jawa Timur tidak bisa di hubungi.Orang tuanya menganggap bahwa Lisa sudah tiba di pesantren dan peraturan di sana tidak mengizinkan Lisa menggunakan handphone.
***
Seminggu sudah Lisa berada di Magetan. Ia begitu menikmati suasana di sana dan mulai berbaur dengan warga desa. Ibu Guru yang tinggal sendiri di rumahnya itu pun sudah menganggap Lisa seperti anaknya sendiri. Selain membantu Ibu Guru mengajar, Lisa juga membantu menjaga kios Ibu Guru yang memiliki di pasar dekat kampung tersebut. Keberadaan Lisa sangat bermanfaat untuk Ibu Guru dan warga desa. Sesekali ia sempat ikut kerja bakti yang diadakan kampung itu.

Lisa juga menjadi begitu akrab dengan Rima. Rima suka sekali mengajak Lisa jalan-jalan ke sekitar kampung dan bermain bersama.

Sampai di suatu malam tiba-tiba ia teringat orang tuanya saat sedang sholat isya berjamaah dengan Ibu Guru. Setelah selesai sholat dan mencium tangan Ibu Guru, buru-buru ia merapikan sajadah. Ia langsung menuju kamar karena tiba-tiba ia tak bisa membendung air matanya. Ibu Guru pun heran melihat tingkah Lisa yang tidak biasanya.

Akhirnya Ibu Guru pun masuk ke kamar Lisa. “Ada apa denganmu, nduk?” tanya Ibu Guru sambil mengusap-usap kaki Lisa yang sedang tengkurap. Lisa pun segera membalikkan badan dan bangun, “tidak apa-apa kok, Bu Guru.”

“Kamu jangan bohong, pasti ada sesuatu yang kamu pikirkan, toh?” tanya Ibu Guru dengan penuh keibuan.

“Saya rindu orang tua saya di Jakarta, bu,” akhirnya Lisa menceritakan kerinduannya pada orang tuanya.

“Kamu ingin pulang ke Jakarta?”

“Ia, bu tapi saya masih betah di sini dan senang dengan orang-orang di kampung ini”

“Ibu tahu itu, tapi orang tuamu pasti merindukanmu juga. Apa kamu ingin pulang besok?”

“Tapi saya tidak punya ongkos untuk kembali ke Jakarta, bu.”

“Tenang saja, nduk. Ibu akan belikan tiket ke Jakarta untukmu.”

“Jangan, bu. Saya semakin merepotkan ibu jadinya.”

“Ibu tidak merasa direpotkan kok, wong kamu malah telah membantu ibu dan warga desa ini,” Ibu Guru meyakinkan.

Lisa pun menerima tawaran Ibu Guru. Segera ia merapikan pakaiannya untuk siap-siap berangkat besok pagi.

Pagi hari nya. Rumah Ibu Guru dipenuhi oleh anak-anak dan warga desa. Mereka mendapat kabar dari Ibu Guru bahwa Lisa akan berangkat ke Jakarta. Mereka sedih mengetahu bahwa ia akan pergi. Mereka sangat senang dengan keberadaan Lisa dan berat hati untuk meninggalkannya. Tapi mereka juga memahami bahwa Lisa memiliki orang tua yang pasti merindukannya.

Lisa pun berat untuk meninggalkan kampung ini. Kampung yang seakan menjadi tempat tinggalnya yang kedua. Tempat dia bertemu dengan orang-orang yang begitu baik dan menyayanginya seperti keluarga. Namun ia memiliki tanggung jawab kepada orang tua dan kuliahnya, maka ia harus pergi.

Ia pergi menuju terminal diantar oleh Ibu Guru dan warga desa. Setelah dibelikan tiket oleh Ibu Guru, warga desa rupanya telah menyiapkan buah tangan untuknya sebagai rasa terima kasih karena telah mengajar mereka. Lisa pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih kepada mereka. Namun ia mencari Rima seorang gadis kecil yang juga telah menolongnya. Tapi rupanya ia tidak ada.

Kepada Ibu Guru dan warga desa ia berkata, “terima kasih telah memberikan saya tempat tinggal, kasih sayang serta pelajaran berharga, Bu. Saya tidak akan melupakan jasa ibu yang telah menolong saya dan juga warga desa yang telah memberikan pelajaran yang begitu berharga tentang kehidupan. Insya Allah jika saya ada kesempatan, saya akan berkunjung lagi.”

Setelah menyalami Ibu Guru dan warga desa, ia pun akhirnya menaiki bus yang akan mengantarkannya pulang.

Bus berjalan. Ia melambaikan tangannya kepada Ibu Guru dan warga desa, dan Rima pun baru muncul di depan Ibu Guru sambil menangis dan melambaikan tangan ke arahnya.

Lisa pun tersenyum sedih melihat Rima karena tak sempat pamitan langsung dengannya. “Kau benar Rima, Allah ganti dompet kakak yang hilang dengan pengalaman berharga di desamu. Sampai Jumpa Magelang dan Jakarta, aku datang,” kata Lisa membatin.

0 komentar:

Posting Komentar