Kamis, 27 Maret 2014

Di Balik Layar Sejarah




Pada umumnya sejarah lahirnya suatu Negara yang telah merdeka selalu disajikan berdasarkan hal yang terjadi di panggung sejarah itu sendiri. Contohnya saat Belanda kembali hadir ke Indonesia pada masa-masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal yang umum diceritakan dalam penulisan sejarah adalah tokoh-tokoh yang terlibat, serta kegiatan dan tempat terjadinya peristiwa tersebut.

Namun, dalam buku The Birth of Nations ini, Phillip G. Jessup mengajak pembaca untuk melihat “dibalik layar” sejarah berdirinya kelahiran beberapa negara pasca Perang Dunia II. Saya lebih suka menyebutnya dengan kata Behind the Scene-nya sejarah. Disebut seperti itu karena memang Jessup menceritakan bagaimana peran Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam membantu negara-negara jajahan untuk bisa merdeka melalui sidang-sidang yang digelar oleh PBB.


Jessup sendiri adalah Duta Keliling Amerika Serikat dan memiliki andil yang cukup besar di dalam PBB, terutama dalam mewakili suara Amerika Serikat di PBB. Sebagaimana hal-hal yang ia ceritakan dalam buku ini tentang perannya dalam mengurusi daerah-daerah di Timur Jauh dan Afrika. Jadi, sejarah dalam buku ini lebih menekankan pada sejarah proses politik.

Karena Jessup adalah Duta Keliling Amerika Serikat. Ia lebih banyak menceritakan pengalamannya mewakili pandangan-pandangan Amerika Serikat. Bagaimana tanggapan Negeri Paman Sam tersebut dalam membantu proses kelahiran negara-negara jajahan di Asia dan Afrika untuk bisa merdeka.

Untuk sejarah kemerdekaan Indonesia, Jessup menceritakannya setelah Indonesia merdeka secara de facto, saat Belanda datang kembali ke Indonesia. Ia juga menceritakan bagaimana Amerika Serikat bekerja keras untuk membantu Indonesia melalui diangkatnya persoalan Indonesia pada setiap persidangan di PBB. Disaat yang sama betapa Belanda awalnya sulit untuk merelakan Indonesia menjadi negara yang benar-benar merdeka.

Ketika memperlajari sejarah kemerdekaan Indonesia saat dibangku SMP atau SMA, buku-buku pelajaran sejarah hanya menjelaskan tentang perjanjian diplomasi berdasarkan tempat, tokoh, isi perjanjian, dan alasan kenapa dinamai dengan perjanjian itu. Tapi dalam buku ini, Jessup justru menceritakan perjanjian secara lebih detail mengenai serangkaian tokoh-tokoh PBB yang terlibat serta pemahaman-pemahaman Belanda dan Indonesia dalam menanggapi setiap kesepakatan.

Amerika Serikat tidak hanya berhadapan dengan Belanda yang awalnya tidak memiliki niat untuk memberikan kebebasan pada Indonesia, Amerika pun harus menghadapi Rusia untuk kemerdekaan Korea sehingga hanya Republik Korea Selatanlah yang berhasil merdeka. Selain itu, Amerika juga harus berhadapan dengan Prancis untuk mengurusi kemerdekaan Maroko dan Tunisia. Mereka semua dihadapi oleh Amerika melalui berbagai persidangan di PBB berdasarkan program dan voting.

Amerika Serikat digambarkan begitu gigih dalam membantu negara-negara jajahan untuk bisa merdeka. Sebagaimana Jessup mengutip sebuah kata dari seorang pejabat India yang ia letakkan pada halaman pertama bukunya bahwa negara-negara lebih besar harus bisa membantu negara-negara yang ingin merdeka. Ini seperti memberikan kesan bahwa Amerika sangat berjasa besar pada setiap negara merdeka yang ia ceritakan pada bukunya.

Jessup mencoba bersikap objektif dalam memandang sepak terjang organisasi ini yang semula bernama LBB hingga berganti nama menjadi PBB. Ia tidak hanya menceritakan tentang kesuksesan PBB dalam membantu kelahiran negara-negara merdeka, tapi ia juga menjelaskan beberapa negara yang akhirnya tidak bisa merdeka atau sebuah kekaisaran yang akhirnya harus runtuh seperti kekaisaran Bao Dao yang runtuh dan kini menjadi Republik Vietnam. Manchuria pun harus pasrah menjadi negara boneka Jepang.

Selain itu, Jessup selalu menceritakan tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam urusan kemerdekaan suatu negara dengan sangat rinci berdasarkan sepak terjak dan karakter tokoh tersebut. Hal ini sangat membantu pemahaman pembaca tentang kapabilitas dan karakter tokoh yang ia ceritakan.

Bahasa yang digunakan dalam buku ini mengunakan metafora kebidanan yang cukup unik dalam menggambarkan keadaan negara-negara yang diceritakan. Namun hanya pada setiap judul bab dan bagian pendahuluan saja, tidak keseluruhan isi buku ini menggunakan metafora kebidanan.

Justru bahasa politislah yang digunakan dalam buku terjemahan ini.  Awalnya saya pun sulit untuk menemukan letak sejarah dari buku ini karena bahasanya yang sukar dimengerti. Teman-teman saya sendiri langsung angkat tangan setelah membaca beberapa kalimat buku ini.

Namun, ketika saya membaca secara fokus, apa yang ia tulis itulah sejarahnya. Ia menceritakan sejarah berdasarkan kacamata pengalaman politiknya. Saya pun mulai menyukai apa yang ditulis Jessup. Walaupun sempat beberapa waktu menunda menyelesaikan bacaan ini karena masalah bahasa tersebut.

Sayangnya Jessup tidak menyusun sejarah negara-negara merdeka ini secara kronologis berdasarkan urutan waktu. Ia memulai cerita tentang Korea karena itu adalah tugas yang Jessup tangani pertama, setelah itu barulah ia menceritakan tentang sejarah Indonesia. Susunan yang tidak sesuai dengan urutan waktu ini juga membuat pembaca harus menerka-nerka kejadian mana yang terjadi lebih dulu dan harus mencocokan kegiatan yang Jessup lakukan antara sejarah bab sebelumnya dan pada bab yang sedang dibaca.

Buku ini mungkin lebih tepatnya seperti buku harian Jessup dalam menjalani tugasnya sebagai Duta Besar Keliling. Ditambah dengan pengetahuan dan ingatannya tentang sejarah negara yang ia tangani. Seperti sejarah perang Vietnam yang ia tulis berdasarkan subjektivitasnya.


Judul Buku
: The Birth of Nations, Sejarah Kelahiran Negara-Negera Pasca Perang Dunia II
Penulis
: Phillip G. Jessup
Penerjemah
: Asip Agus H.
Penerbit
: Center for Information Analysis Yogyakarta
Tanggal Terbit
: Januari 2006
Tebal Buku
: 447 Halaman


0 komentar:

Posting Komentar